Setelah lama mendaftar akun di Kompasiana, baru ini malam kepikiran untuk menulis. Sambil menikmati kopi susu sachet buatan Istri yang dibeli di warung sebelah, dengan iringan beat-beat nakal dari The Clash versi kaset pita yang mulai tak beraturan, malam ini saya putuskan untuk menulis.
Ada sebuah tema yang mengganjal pemikiran saya beberapa hari ini. Bukan tentang ekonomi negara yang mulai tiarap, atau bukan pula tentang gonjang-ganjing saham Freeport yang katanya di anu-anu sama Si Anu.
Saya kurang peduli dengan yang begitu. Bukan berarti saya apatis atau tidak bersosial, saya tetap mengobrolkan hal tersebut jika ditemani gorengan sembari duduk-duduk di pos cakruk dekat rumah. Barengan dengan bapak-bapak yang ngedumel kebagian ronda pastinya.
Nah,
Yang menarik minat saya malam ini adalah kaset pita. Betapa benda persegi itu berhasil menyimpan kenangan dengan baik.
Ketika saya kembali membongkar koleksi kaset pita saya dari zaman sekolah dulu. Sambil memutar ulang kaset-kaset rekaman radio atau kulikan kaset yang dilakukan sendiri, senangnya.
Ketika menemukan sebuah kaset tak berjudul, namun pas diputar ternyata berisi lagu-lagu nostalgia bersama si doi pada masa sekolah dulu. Duh, ngerinya,..
Ngeri, kalau Istri saya sampai bertanya itu lagu buat siapa. Namanya juga rekaman, tentu ada maksud dan tujuannya kan. Saya yakin, teman-teman Kompasianer yang hidup di era 90 an pasti pernah melakukan hal-hal serupa.
Tak terkira, ketika proses merekam kenangan yang dulu (mungkin) tak dimaksudkan untuk benar-benar merekam itu ternyata menjadi syahdu jika didengar kembali. Apalagi, dengan tegukan kopi susu tadi, aduh asyiknya.
Yah, paling tidak, kaset pita berhasil merekam kenangan jauh lebih awet dibandingkan media rekam lagu lainnya. Katakanlah, cd atau dvd. Mungkin bisa lebih banyak yang direkam dengan alat canggih itu, namun tak bertahan lama jika kurang diperhatikan.
Berbeda dengan kaset pita, ada kebenaran yang tertinggal dalam setiap putaran heat-nya. Ada kerinduan dalam setiap mili pita kaset dan ada kenangan yang tak langsung hilang ketika Side A diputar balik ke Side B.
Ah, London Calling mulai berpindah menuju Lost In The Supermarket. Waktunya seruput terakhir sebelum piknik menuju mimpi, daaahh,..
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI