Murid saya ini bernama Deka. Anaknya kecil dibanding teman sebayanya. Kulitnya kuning, ngganteng. Kalau ngomong "cempreng". Lumayan pintar. Semester 1 kemarin menduduki 5 besar.
Ada satu yang unik pada dirinya. Kalau menangis bisa sampe 2 jam. Tergantung rasa sakitnya.
Dulu ketika awal-awal di semester 1, dia tiba-tiba menangis, ketika mau berdoa pulang sekolah. Usut punya usut ternyata dicubit teman sebangkunya.Â
Akhirnya, nangislah dia. Saya mencoba menegurnya. Cup...cup...mas Deka, nangisnya udah yah. Tidak mempan. Saya biarkan saja. Sambil semua murid berdoa untuk pulang.
Murid-murid pun akhirnya pulang. Mas Deka masih menangis. Setelah hampir satu jam menangis, saya bingung. Saya WA ke WAG guru, ini mas Deka menangis. Eh, ada salah seorang guru yang membalas kalau mas Deka itu sudah biasa kalau menangis berjam-jam.Â
Ampun. Akhirnya saya "bopong" aja si mas Deka. Saya bawa ke kantor. Untung anaknya kecil jadi ringan dibopong.
Sampai di kantor ternyata tetap masih menangis. Dikantor guru-guru pada senyam senyum. Akhirnya salah seorang guru mengusulkan untuk diantar pulang saja. Dan salah seorang guru yang rumahnya dekat dengan mas Deka yang akhirnya mengantarkan pulang.Â
Motor disiapkan. Mas Deka langsung dibopong ke motor. Masih tetap nangis dalam perjalanan sampai rumahnya.
Besoknya mas Deka tidak masuk. Tidak tahu apa alasannya. Lusanya baru berangkat. Saya penasaran, kenapa ko kalau nangis bisa lama begitu. Di sela-sela pelajaran, saya mencoba memanggil untuk maju mendekat ke meja guru. Pelan saya bertanya, "mas Deka, kenapa kalau nangis lama?". Mas Deka diam, malu-malu, akhirnya dia jawab "soale tesih lara pak guru". Terus kalau sakitnya hilang baru berhenti? Mas Deka cuma menganggukkan kepala. Akhirnya saya suruh duduk lagi.
Sejak itu, kalau mas Deka menangis, otomatis saya biarkan saja. Toh kalau rasa sakitnya hilang, pasti diam sendiri. Teman-teman kelasnya pun sudah paham dan memakluminya.
Di semester dua ada kedatangan guru baru, kebetulan beliau mengajar mulok. Nah, ketika mengajar di kelas saya. Ternyata si mas Deka menangis. Berhubung beliau guru baru, belum tahu karakter nangisnya si mas Deka. Setelah mencoba menenangkan, ternyata gagal. Akhirnya beliau WA ke WAG guru. Sontak saja, banyak yang bales dengan emotion tertawa.Â