Melihat kejadian seorang santri berkopyah hitam baju koko sarungan membawa tas ransel dan kardus diperiksa bak seorang teroris. Dibukalah kardus itu dan tas ranselnya yang ternyata berisi pakain. Sedih, iya. Lucu, iya. Kasihan, iya. Entahlah. Yang pasti itu terjadi.
Peci hitam sarungan rokokan ( pro kontra ), no teroris. Iya, seorang teroris tidak akan berpakain seperti itu dan berperilaku seperti itu. Dia hanya pastilah seorang santri salaf ( salaf artinya dia hanya mondok saja tanpa sekolah umum, biasanya). Salaf sekarang sudah bergeser makna.Â
Kembali ke kejadian diatas, waspada, pasti, perlu tapi harus ingat ciri-ciri teroris tidak seperti itu. Dari berbagai peristiwa terorisme kita sudah bisa melihat dan membaca siapa mereka?bagaimana cara berpakaian dan juga perilakunya. Walau pastinya kita tidak berhak memukul rata.Â
Kejadian diatas penulis belum tahu kelanjutan ceritanya. Apakah ada langkah permohonan maaf atau iya sudah lah. Semoga kesalahpahaman bisa diselesaikan secara damai. Namun itu bisa menjadi pelajaran buat kita semua. Yang pasti nampaknya peristiwa teror belakangan ini sudah berhasil membuat orang galau. Padahal kita harusnya menunjukan sikap yang santai. Tapi, ya sudah lah, sudah terjadi.
Namun, kita juga jangan sampai menyalahkan pihak aparat. Tidak lain beliau-beliau hanya menjalankan tugas.Â
Ada juga kejadian, perempuan bercadar diturunkan dari bus lalu diperiksa diterminal. Entahlah, kita mau berpakain kaya apa biar aman ( ga diperiksa). Pake rok mini, pokekan. Apa harus seperti itu?. Pastinya seorang muslim muslimah harus berpakain yang menutup aurat. Itu sudah merupakan kewajiban.Â
Para santri santriwati janganlah kalian takut berpakaian layaknya seorang santri dan santriwati. Kalianlah penerus bangsa ini.Â
Salam damai Indonesiaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H