Dibesarkan di lingkungan sekolah taman kanak-kanak, lagu-lagu ciptaan Saridjah Niung atau yang lebih dikenal dengan nama bu Soed adalah hapalan luar kepalaku sampai saat ini. Siapa yang tak kenal dengan “Kupu-kupu yang Lucu’, ‘Naik-naik ke Puncak Gunung’, atau ‘Berkibarlah Benderaku’?
Mungkin anak-anak sekarang lebih kenal dengan lagu-lagu JKT48 atau lagu drakor. Sangat disayangkan jika mereka tak mengenal lagu-lagu bu Soed yang indah, melodius dan menggugah semangat serta berisi pengetahuan.
***
Saridjah Niung lahir di Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Maret 1908. Ia dilahirkan sebagai putri bungsu dari dua belas orang bersaudara. Ayah kandung Saridjah adalah Mohamad Niung merupakan seorang pelaut asal Bugis yang menetap di Sukabumi dan kemudian menjadi pengawal J.F. Kramer. Prof. Dr. Mr. J.F. Kramer adalah seorang pensiunan Wakil Ketua Hoogerechtshof (Kejaksaan Tinggi) di Batavia yang menghabiskan masa tuanya di Sukabumi. Ia mengangkat Saridjah sebagai anak, dan mendidiknya dengan seni suara dan seni musik.
J.F. Kramer adalah seorang indo-Belanda yang beribukan perempuan Jawa ningrat. Latar belakang inilah yang membuat Saridjah dididiknya menjadi patriotis dan mencintai Indonesia. Selepas mempelajari dasar seni suara, seni musik dan memainkan biola hingga mahir dari ayah angkatnya, Saridjah memperdalam ilmu di bidang seni suara dan musik ke Hoogere Kweek School (HKS) Bandung. Setelah tamat, ia mengajar di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Petojo, HIS Jalan Kartini, dan HIS Arjuna yang masih menggunakan Bahasa Belanda (1925-1941).
Bermula dari keprihatinannya melihat anak-anak Indonesia yang tampak kurang bergairah, Saridjah berpikir untuk menciptakan lagu ceria. Didorong rasa kebangsaan yang tinggi, ia mengajar mereka untuk menyanyi dalam Bahasa Indonesia. Dari sinilah ia mulai menciptakan lagu-lagu yang bersifat ceria dan patriotik untuk anak-anak Indonesia.
Saat aktif sebagai anggota organisasi Indonesia Muda pada tahun 1926, Saridjah membentuk grup Tonil Amatir. Grup sandiwara ini tampil dipentas-pentas untuk  menggalang dana acara penginapan mahasiswa Club Indonesia. Ia tidak hanya menonjol sebagai guru dan aktivis organisasi pemuda, namun juga di dunia radio sebagai pengasuh siaran anak-anak (1927-1962).
Pada tahun 1927, ia menjadi Istri Raden Bintang Soedibjo, dan menyandang nama lengkap Saridjah Niung Bintang Soedibjo. Namun lebih dikenal dengan panggilan Ibu Soed, singkatan dari Soedibjo.
Pada tanggal 28 Oktober 1928, Ibu Soed turut mengiringi lagu Indonesia Raya bersama W.R. Supratman dengan biola saat lagu itu pertama kali dikumandangkan dalam acara Sumpah Pemuda di Gedung Pemuda. Lagu-lagu patriotik yang diciptakannya banyak yang diilhami oleh peristiwa bersejarah tersebut. Selama tahun-tahun perjuangan kemerdekaan, Ibu Soed bersahabat dengan Ismail Marzuki, Cornel Simanjuntak, Kusbini, dan tokoh-tokoh nasionalis lainnya.
Disebabkan aktivitasnya dalam pergerakan Nasional saat itu, tahun 1945 rumah Ibu Soed di jalan Maluku No. 36 Jakarta sempat menjadi sasaran aksi penggeledahan oleh pasukan Belanda. Namun seorang Belanda tetangganya meyakinkan para penggeledah bahwa mereka salah sasaran, karena profesi Ibu Soed hanyalah pencipta lagu dan suaminya pedagang. Walaupun selamat dari penggeledahan tersebut, Ibu Soed dan seorang pembantu terlanjur membuang pemancar radio gelap ke dalam sumur.
Pada tahun 1954, suaminya meninggal dalam musibah kecelakaan pesawat BOAC di Singapura.