Tidak ada kata menyerah meskipun digempur tentara sekutu dari segala arah. Begitu lah perjuangan heroik rakyat Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Bersatu padu melawan tentara Inggris dan Belanda  yang hendak merampas kemerdekaan bangsa Indonesia yang telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 sebelumnya di Jakarta. Selama tiga minggu pertempuran terus berlangsung, sebelum akhirnya seluruh kota Surabaya jatuh ke tangan Inggris sehingga rakyat mengungsi ke pinggiran kota.
Seluruh komponen masyarakat Surabaya memberikan perlawanan, tak ada yang tertinggal. Seluruh penduduk Surabaya adalah PAHLAWAN. Pertempuran Surabaya telah mengobarkan gerakan perlawanan rakyat Indonesia  di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA. Pertempuran Surabaya membuka mata dunia bahwa bangsa Indonesia itu ADA dan MERDEKA.
Tidak semua mereka yang berjuang pada masa itu memperoleh bintang tanda jasa. Tak seluruhnya yang gugur dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Tak mungkin mengenang satu per satu mereka dalam hening cipta di upacara Hari Kemerdekaan ataupun peringatan Hari Pahlawan. Karena memang pahlawan bukan ditandai dengan banyaknya tanda jasa tersemat di dada. Bahkan mungkin nisannya pun tak bernama, atau hilang digilas pembangunan plasa.
Tapi yang tak boleh kita lupa, bahwa tanpa perjuangan mereka kita belum tentu ada. Kita harus dan wajib berterimakasih kepada mereka, meskipun mereka belum tentu mengharapkannya. Merah darah mereka mengalir dalam urat nadi kita. Putih tulang belulang mereka jadi pondasi yang kokoh bagi penbangunan bangsa.
Oleh sebab itu, jangan sampai perjuangan mereka sia-sia. Negeri yang kaya akan hasil alam dan ragam budaya ini jangan tergadaikan akibat hutang-hutang yang harus ditanggung tujuh turunan. Jerih payah mereka dan kita jangan biarkan digerogoti segelintir tikus-tikus berdasi.
Jangan biarkan kita terjajah kembali secara ekonomi dan budaya. Jangan termakan retorika dan propaganda seakan-akan anak bangsa tak mampu berkarya. Jangan terjadi lagi anak negeri lebih dihargai asing karena kurangnya apresiasi dari dalam sendiri. Tolak produk impor yang tak berguna. Lawan penguasa yang mengabulkan keserakahan pengusaha sehingga hutan rimba tak lagi hijau, atau tambang logam mulia milik kita hanya dalam nama. Tuntut lah janji-janji yang telah diucapkan ketika mereka meminta persetujuan kalian untuk memimpin negeri ini. Jangan biarkan lupa akan jati diri kita. Jangan jadikan dusta suatu hal yang biasa.
Sebelum semuanya terlambat dan buburpun terlanjur basi bau anyir berulat. Sebelum penyesalan tak lagi berarti.
Jadikan Hari Pahlawan 10 November sebagai momentum untuk bangkit merdeka dan berkarya. Bukan hanya untuk kepentingan pribadi atau golongan, tapi untuk kemakmuran bersama dan masa depan anak cucu kita.
Bandung, 9 November 2015
Â