Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Memahami Pahlawan, Memanusiakan Sejarah

9 November 2015   23:22 Diperbarui: 10 November 2015   00:07 4698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin Laksamana Horatio Viscount Nelson adalah salah satu pahlawan perang laut yang paling terkenal. Pada pertempuran Trafalgar yang masyhur itu, koalisi Perancis – Spanyol yang terdiri dari 33 kapal tempur dihancurkan oleh armada 27 kapal Kerajaan Inggris di bawah komandonya. Perancis dan Spanyol kehilangan 22 kapal, sementara tak satupun kapal Inggris yang tenggelam.

Tahun 1982, PBS menayangkan kisah hidup sang laksamana dalam mini seri berjudul  I REMEMBER NELSON. Miniseri yang terdiri dari 4 episode ini mengisahkan hidup sang laksamana menurut tutur orang-orang  yang mengenalnya: Lady Emma Hamilton, kekasih gelapnya; Sir William Hamilton, duta besar Inggris untuk Naples dan suami Lady Emma, yang mengatakan Nelson adalah seorang pahlawan sejati dan tidak percaya pada gossip tentang perselingkuhan Nelson dengan istrinya; Kapten Thomas Hardy yang memaparkan kelihaian sang laksamana di lautan; dan terakhir kesaksian anak buahnya tentang akhir riwayat Nelson yang gugur dalam pertempuran Trafalgar.

Menyaksikan mini seri tersebut, membuat kita sadar bahwa Nelson adalah seorang MANUSIA yang mungkin berbuat salah. Dan Rakyat Inggris tetap menganggapnya seorang pahlawan.

*****

Belakangan ini beredar foto lama seorang perempuan di media sosial yang dinyatakan sebagai foto Tjoet Nja’ Dhien.  Topik yang diangkat adalah bahwa sesungguhnya Tjoet Nja’ Dhien memakai hijab, dan Pemerintah Hindia Belanda menutupi fakta tersebut yang ‘parah’nya  diikuti oleh pemerintah 'sekuler' Indonesia. Terbukti dari gambar-gambar Tjoet Nja’ Dhien di buku-buku sejarah dan juga seri mata uang 10.000 rupiah tahun 1998 yang menampakkan sanggul.

Sayang sekali, klaim tersebut belum tentu benar (meskipun belum pasti salah). Foto dari koleksi Universiteit Leiden Belanda yang dimaksud adalah istri Teuku Panglima Polem. Dan perempuan dalam foto itu juga tidak sedang memakai hijab.

Lahir dan besar di Banda Aceh, sepanjang ingatan penulis,  sampai dengan tahun 1983 pertama kali penulis hijrah ke luar Aceh, para wanita Aceh menunjukkan keshalihahannya dengan berkerudung. Guru-guru agama, termasuk para hajjah, mengenakan kerudung lebar sebagai penutup kepala. Terkadang memakai songkok berkaret dibawahnya untuk mencegah rambut berkeliaran ke mana-mana. Pertama penulis mengetahui wanita berhijab saat kuliah di Yogya pertengahan 80-an.

Alasan mengapa para wanita dahulu tidak memakai hijab yang bertutup–termasuk Tjoet Nja’ Dhien,  menurut dugaan penulis sederhana saja: bahan kain susah diperoleh serta harganya mahal, dan yang tersedia  adalah selendang. Yang penting tutup aurat. Semoga saja masalah jilbab ini tidak mengurangi kadar kepahlawanan Tjoet Nja’ Dhien maupun pahlawan wanita lainnya. 

*****

Siapa yang tak bangga begitu Ellyas Pical meng-KO juara bertahan kelas bantam junior versi IBF Ju-Do Chun pada tanggal 3 Mei 1985 di Jakarta? Ellyas Pical adalah orang Indonesia pertama yang meraih sabuk kejuaraan tinju dunia! Saat itu, seluruh Indonesia merayakan kemenangan yang bersejarah tersebut. Bahkan diberi gelar 'The Exocet' karena pukulannya laksana rudal Inggris yang menghantam Argentina dalam perang Malvinas.

Kebahagiaan bangsa meluap-luap, tumpah ruah di jalan-jalan dan warung kopi. Tak henti-hentinya pembicaraan terfokus pada mantan penyelam mutiara yang tak tamat SD itu. Setiap pertandingannya dinanti-nanti. Jatuh bangun dan kalah menang Ellyas Pical adalah jatuh bangunnya kita. Sampai akhirnya karirnya meredup dan menghilang dari edaran berita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun