Sebagai penghuni dusun global yang selamat meniti tiga gelombang peradaban di era postmo, keanggotaan dalam komunitas sebagai tanda ‘kesukuan’ yang membawa saya mendatangi SMESCOEH (Small and Medium Enterprises and Cooperatives Exhibition Hall) di Pancoran pada hari Minggu, 8 November kemarin.
Sejujurnya, para pembicara yang mengusung berbagai tema tentang BERBAGI tidak menarik buat saya, karena tidak satupun berasal dari dunia sastra atau fiksi yang menjadi passion saya. Dibandingkan dengan Kompasianival tahun lalu yang menghadirkan Djenar Maesa Ayu, kali ini saya tidak punya gairah ‘berseminar’, meski sangatlah mungkin saya mendapat inspirasi lain jika mau meluangkan waktu menjerat ide-ide dari narasumber yang sudah kondang di bidangnya masing-masing itu. Namun, berdasarkan pengalaman di Kompasianival tahun kemarin, waktu sehari tidaklah cukup untuk saling mengenal sesama anggota suku kompasianer yang hadir dan bertegur sapa.
Sangat jarang seorang kompasianer bergabung hanya dalam satu komunitas. Saya sendiri selain tercatat sebagai Rumpies, juga mendaftar sebagai warga Planet Kenthir, KPK (Kompasianer Penggila Kuliner) dan KBandung (Kompasianer Bandung). Dan meski belum resmi, saya berharap dicatat juga dalam daftar anggota Kutubuku.
Keanggotaan dalam puak-puak komunitas akan terasa berbeda rasa dan nuansanya setelah kita bertatap muka dan saling canda. Itulah makna kopi darat yang umum dilakukan komunitas.
Dalam perhelatan akbar Kompasianer ini, saya bertemu dengan sesama ‘admiral’ komunitas Indo Star Trek, Berty Sinaulan. Hal ini membuktikan ‘ramalan’ Alvin Toffler, bahwa manusia gelombang ketiga berinteraksi tidak hanya satu, tapi lintas multikomunitas.
***
Berjumpa lagi dengan wajah-wajah yang sudah akrab di ingatan karena pertemuan tahun kemarin, seperti: om Tjiptadinata Effendi dan tante Roselina, mas Axtea, mbak Desol, kong Agil, mas Taufik Uieks, Putri Apriani, Imas Siti Liawati, Syifa Ann dan lain-lain sungguh menjadi pengobat rindu.
Begitu juga bertemu langsung dengan mereka-mereka yang saya kenal sebelumnya lewat tulisan seperti kang Nasir, dokter Posma Siahaan, mas Susy Haryawan, Petrus Kanisius, mbak Lilik, John Wagiman, Agung Prasetyo, Luana, Oma Eni, mas Agita, dan lain-lain sungguh inilah karunia bagi saya.