Kami dulu tinggal di bunga dahlia.
Saat itu, angin segar masih berhembus di permukaan tanah. Kami adalah orang-orang yang bahagia, pecinta bunga, dan kami tidak keberatan bahwa sukses datang dalam berbagai ukuran, kecil dan besar, karena kegagalan juga demikian.
Setelah seharian bekerja keras di ladang, kami bertemu di kedai minuman untuk menghilangkan kemarahan dan perselisihan yang ada di antara kami. Kami menari, kami menciptakan musik, karena kami semua adalah seniman penyair. Kupu-kupu menggunakan rumah kami sebagai tempat berkembang biak. ketika mereka masih basah sejak lahir, kami menulis lagu di sayap mereka.
Suatu hari, seekor kupu-kupu yang sangat tua kembali kepada kami. Ia berkata bahwa ia telah ditangkap oleh seorang manusia, dan menjelajahi bumi yang bulat bersama koleksi kupu-kupu milik seorang pria hebat yang terkenal.
Kami sama sekali tidak terkejut, karena kupu-kupu tua ini sangat cantik. Mata multilensanya berwarna merah dan hitam tersusun dalam bentuk setengah lingkaran di sayap birunya mengeluarkan air mata hitam, dan seluruh tubuhnya ditaburi debu emas.
"Suatu hari," katan kupu-kupu tua, "seorang manusia lain membeli saya dari kolektor kupu-kupu.
Manusia ini tidak memburu kecantikan sang kupu-kupu, tetapi mengincar huruf-huruf kecil yang kami tempelkan di sana sebelum cat tubuhnya mengering.
"Dia menyalin puisiku dan membebaskanku," kata kupu-kupu tua itu. "Dia adalah seorang pengumpul kebenaran, manusia itu," katanya.
Lalu kupu-kupu tua terbang tinggi langsung menuju matahari di atas kepala kami.
Cikarang, 10 September 2024