Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ringkasan Terjemahan

8 September 2024   20:36 Diperbarui: 8 September 2024   20:44 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

(0)

Kipas di dinding dekat jendela mendetak kode morse, pesan yang bergantung pada seberapa cepat putarannya. Kau menerjemahkan beberapa fragmen dan menemukannya sesuai badai sirene ambulans di jalan yang padat. Pejalan kaki melambaikan bendera kuning untuk menyeberang jalan dengan aman dan di sekitar mereka mobil-mobil saling bertabrakan. Pertama: suara ban yang berdecit meraung-raung. Kedua suara perut yang berkokok kencang. Antisipasi: kaca depan kendur, ban terkelupas lepas di aspal. Kau menerjemahkan kecenderungan objek yang tak terhindarkan untuk bertabrakan. Kata-kata yang harus dihilangkan. Hati-hati dalam menyusun cerita kita...

(1)

Kau membingungkan pihak berwenang dengan cerita yang setengah diceritakan seakan hampir benar, menipu mereka dengan perintah yang diejawantahkan dalam lagu anak-anak. Taruh batu di mulutmu untuk menahan dahaga. Pegang batu di tangan untuk menakut-nakuti semesta. Batu di tenggorokanmu mungkin mencegah salah kutip, tapi itu layak diragu. Lagu curiga adalah pengalih perhatian. Kau melatih manekin untuk menyanyikan model malaikat dengan bibir putih pucat kencang lantang. Matanya menjangkau dan menangkap laporan sinoptik harus mencakup yang lenyap. Yang menanti populasi di bawah. Yang kamuflasenya jelas bagi buta warna hijau merah. Kau adalah arsip, tapi pancarannya membuat semuanya terlihat memberikan gerakan maju semu.

(2)

Prosedur dilemamu untuk meredakan keheningan itu mencurigakan. Tenggorokanmu adalah zona liminal. Otakmu hampir tak terpetakan, gema menyusup ke dalam waacana permukaan percakapan kita yang hampir tidak dapat dipahami. Tapi kita tidak sendirian, tidak dalam hal ini. Berkas yang kita yakini sangat luas tentang zona liminal  Logam, plastik, dan beton bertemu. Tungku mengusik tungau merah.Begitu banyak bukti terbakar dalam setiap siklus. Lorong demi lorong mundur ke titik lenyap yang sempurna dan surut saat kita mendekat. Berkas demi berkas demi berkas tata nama dan urutan hieratik untuk pembuangan semu yang harus diperhatikan. Udara bau bacin menguar jerebu berjelaga...

(3)

Kita menemukan akar otoriter arsip dalam tata hirarki administratur. Bahwa versi yang telah dikerjakan hanyalah sebuah pengalihan. Terjemahan dari satu bagian ke bagian lain, meluap dalam banjir besar, diangkat oleh cahaya bagian dalam dari sumber cahaya yang lebih rendah. Dinding tertutup keputusasaan serangga karena terjebak dalam getah damar. Terlalu banyak, terlalu banyak, terlalu banyak. Pertama: surat cinta tiba. Kedua: kau mohon panggil aku dengan nama-nama bunga. Les fleurs du mal. Berkas-berkas menguning tumpah di laci masing-masing Penuh dengan bunga-bunga kering. Fosil-fosil berwarna terang. Catena. Agenda. Kunci nada. Hiponim. Semuanya perlu dikumpulkan...

(4)

Mungkin kita memiliki terlalu banyak pertanyaan dan/atau mungkin jawabannya tetap saja mengecewakan, mengurangi kegembiraan untuk bertanya. Lidah kegembiraan bermain suku kata. Nada akhir yang terangkat satu oktaf dan mungkin arsip itu sendiri membatasi diri. Disatukan dari keping-keping kota yang tak gerak. Sinkretisme. Apa gunanya ini? Dapatkah persahabatan mencakup hasrat? Dapatkah berkas-berkas menyortir diri sendiri? Rayuan bermutasi menjadi semacam persahabatan. Dapatkah kita berhenti berbisik-bisik berlebihan? Saatnya untuk menghubungkan untuk menyusun untuk menemukan sumber-sumber dagang daging tulang. Harus. Harus. Ringkasan yang kita tulis harus mencakup semua ini. Harus sindetik, sempurna tanpa cacat salah aksara...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun