Keributan di dalam kepalaku memudar menjadi desahan beberapa saat yang lalu. Aku menghitung untuk menghabiskan waktu: radio mobil mati pada ketukan ke-82 dari Piano Man karya Billy Joel. Ada lima puluh dua klik acak dari mesin saat mendingin. Ada enam pecahan kaca depan di depanku. Jantungku kehilangan satu ketukan dari setiap dua belas atau tiga belas ketukan.
Wajahku menempel di jalan.
Anjing itu mengeluarkan keringat yang membakar lapisan dalam lubang hidungku. Di ujung luar penglihatanku ada seekor capung. Dengungan sayapnya lebih keras daripada denyut nadi di telinga kiriku. Kini dia melayang cukup dekat untuk menggerakkan bulu mataku, dan sayapnya berwarna-warni dengan cahaya yang dibiaskan seperti genangan minyak yang menyebarkan prisma pelangi. Dia mendarat di samping pipiku yang panas, cukup dekat bagiku untuk menginterogasi matanya yang berpiksel. Mulut robot itu berceloteh kepadaku sejenak, lalu capung itu mengangkat sayapnya seolah-olah akan terbang, tetapi aspal cair menahannya dengan kuat. Satu tarikan demi tarikan, capung mulai menari dengan goyangannya.
Aku menghabiskan waktu, menghitung ketukannya.
Cikarang, 7 September 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H