Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Monolog tentang Tanganmu

15 Januari 2024   12:27 Diperbarui: 15 Januari 2024   12:58 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku tidak ingat banyak tentang dirimu, tentang kita. Aku pikir mungkin aku telah melupakan semuanya.

Maksudku, aku ingat wajahmu. Bagaimana tidak? Dan, dan... aku ingat ... tangan.

Aku ingat tangan. Aku ingat tanganku menyentuh tanganmu dan tanganmu menyentuh wajahku, rambutku,. Aku ingat bagaimana kamu membelai tanganku, menelusuri garis telapak tanganku dengan ibu jarimu hingga aku tertawa dan menepismu. Ingat ketika duduk di kursi bioskop dengan lenganmu melingkari bahuku dan tanganmu membelai rambutku meskipun kemudian kamu memberitahuku bahwa kamu tertidur ketika aku bersandar pada bahumu.

Suatu kali, kamu menghabiskan waktu lama hanya untuk membelai tanganku. Aku ingin mengingatnya, katamu. Setiap detailnya. Dari sisa kuku yang tergigit, dicat biru tengah malam, hingga kapalan di ujung jariku yang bergesekan dengan gitar. Kamu juga sering melihatku bermain gitar, ingat?

Aku duduk di kursi di kamarmu dan kamu akan duduk di lantai kayu yang mengilap tanpa permadani dan dingin di musim hujan, tetapi tidak apa-apa karena kamu bilang kamu dapat menatapku dengan lebih baik dari bawah sana. Dan kamu menyaksikan tangan kiriku meluncur di leher gitar, bagaimana jari-jari ditekuk dan diputar agar sesuai dengan fret, bagaimana tangan kananku bergerak naik turun, menggenggam pick di antara jempol dan jari telunjuk.

Lalu kamu tertawa dan mengambil gitar dariku dan berpura-pura memainkannya, terdengar sangat buruk tapi itu adalah nada yang luar biasa.

Aku tidak pernah memberitahumu hal ini, tapi saat kamu menghapal tanganku, aku menghapal wajahmu. Kamu menatap ke bawah begitu saksama, bahkan kamu tidak melihatku. Tidak masalah karena sungguh, itu agak menyeramkan. Aku memandangi setiap rincian wajahmu, betapa matamu berkerut saat tertawa, betapa gelapnya namun begitu penuh cahaya.

Bagaimana mungkin bisa seperti begitu? Bagaimana mulutmu tertekuk bahkan ketika kamu tidak tertawa dan betapa meskipun kita masih muda kamu sudah memiliki garis tawa di sekitar mulutmu yang biasa aku tertawakan dan memanggilmu 'orang tua.'

Aku ingin mempelajarimu, untuk menanamkan wajahmu ke dalam pikiranku sehingga aku dapat melihatnya ketika sedih dan memikirkan tentang tangan kita dan bagaimana tangan-tangan itu menyatu dengan baik, dan mengapa tidak lagi menyatu?

Kini ada ruang kosong di antara jari-jariku dan cat birunya terkelupas. Unjung jariku terasa lembut karena aku tidak bisa bermain gitar tanpa memikirkanmu. Dan tanganmu.

Cikarang, 15 Januari 2024

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun