Marini membelokkan pikap Chevrolet bobroknya dari jalan utama ke jalur tanah. Melewati deretan sawah, dia melaju menuju tanah tandus di depannya. Berbeda sekarang, tapi masih akrab.
Dua kilometer jauhnya, suara traktor terdengar melintasi persawahan. Tidak ada lagi yang bisa dilihat kecuali kepulan debu kering yang mengikuti pikap.
Rumah itu akhirnya terlihat. Jaraknya selalu mengelabui pendatang baru, tapi Marini tahu perjalanannya akan memakan waktu sepuluh menit lagi.
Tinah telah melihat truk itu. Dia tidak mengenalinya tapi sudah mengira itu pasti Marini. Dia muncul di teras dengan dua gelas sirup saat Marini sampai di halaman.
"Itu pertanda baik," kata Marini. "Traktor di utara. Siapa yang mengerjakan sawahmu?"
"Sekarang punya Marwoto. Aku jual padanya enam bulan lalu."
"Ya, dia sudah mengincarnya cukup lama."
"Ya, Marwoto pada akhirnya selalu mendapatkan apa yang diinginkannya," Tinah meludahkan kata-kata beracun itu.
Marini tergoda kursi teras dan sirup, tapi tetap berdiri.
"Ini terakhir kalinya, Tinah."