Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

CMP 122: Darurat Militer

3 Desember 2023   09:37 Diperbarui: 13 Januari 2024   10:06 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu

Cut Rani tersayang,

Aku tahu aku sudah lama tidak menulis, tetapi sulit di sini, di 'medan perang'. Mereka tidak bertarung secara adil. Mereka menunggu di semak-semak seperti singa yang bersemangat dan siap menerkam. Mereka tidak peduli dengan hidupku dn aku juga tidak peduli dengan hidup mereka. Aku melihat ke dalam diriku sendiri dan bertanya-tanya bagaimana jadinya aku ketika pulang padamu.

Hari ini, aku mendengar sesuatu di semak-semak dan aku meraih pistol rakitan dan rencongku secara otomatis tanpa berpikir. Tanpa berpikir!

Ingat kawan yang pernah kuceritakan padamu, si Adun? Yah, dia sudah meninggal. Adun kena tembak di perut. Kami melakukan salat jenazah di depan kuburannya, d bawah pohon pinang hutan. Kami selalu berdoa untuk mereka yang sudah pergi dan berdoa jangan ada korban lagi, namun kami tahu kami tidak bisa.

Aku berharap kita bisa bertemu lagi. Aku berharap kita bisa bertemu ketika aku masihlah aku, bukan laki-laki yang berubah karena perang dan pengkhianatan.

Aku sudah melihat dan melakukan terlalu banyak untuk kembali diriku lagi. Yang terpenting, aku bertanya-tanya apakah kamu masih memakai peniti pinto Aceh pemberianku yang kuberikan padamu sebelum aku pergi.

Aku mengingat ini karena panas dari gelang akar bahar yang kamu berikan padaku di pergelangan tanganku.

Aku ingin tahu apakah kamu sudah menemukan seseorang bernama Syaiful atau Syauki yang akan membuat kamu lupa padaku.

Ingat waktu kita berjalan di bawah bintang-bintang setelah menyelinap dari kawan-kawan saat pulang taraweh Ramadan terkahir sebelum kampung kita dibakar brimob? Itulah yang kubawa dalam mimpi. Ketika jari-jari kita saling bertautan dan binar mata biru keturunan Portugis-mu. Aku sering memikirkanmu dan kuharap kamu memikirkanku. Aku menulis surat ini dari tempat tidur rumah sakit.

Tebak, siapa yang akan segera pulang kampung?

Selalu merindukanmu,

wassalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun