Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jam Alarm

24 Juni 2023   13:41 Diperbarui: 24 Juni 2023   14:11 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Aku tidak pernah menyukai bunyi alarm, tetapi hari ini lebih buruk daripada sebelumnya. Aku menjulurkan kepalaku keluar dari selimut dan hawa dingin menerpaku. Bagaimana aku akan melepas selimutnya?

Dengkuran berirama menandakan alarm hanya membangunkanku. Tidak akan menjadi hari yang baik baginya, tetapi bagiku sudah pasti akan menjadi hari yang tertahankan. Aku berada di ujung tanduk, tidak tahu di mana aku akan menemukan kekuatan untuk menarikku keluar dari tempat tidur.

Suara logis di dalam kepala memberitahuku sudah waktunya untuk bergerak. Suara malaikat pelindung berbisik "berpegang teguhlah pada bantal guling", mengetahui kepastiannya yang akrab.

Alarm berbunyi lagi membuatku kesal, nyaringnya menusuk pikiranku dan membuat kepalaku sakit. Dengan enggan aku mengangkat kepalaku menjauh dari kehangatan lembut bantal dan bisa merasakan hawa dingin menyelimutiku. Aku tahu kehangatan akan menghindariku untuk waktu yang cukup lama, mungkin akan selalu ada rasa dingin di suatu tempat jauh di dalam diriku sejak kini.

Gaun hitam suram itu menatapku dari gantungannya dan aku ingat bahwa stiletto tinggi yang siap menemani di bawahnya akan membuat kakiku berdenyut pada akhirnya. Di penghujung hari, kepalaku, kakiku, jantungku akan berdenyut kesakitan.

Aku tahu bahwa aku harus meninggalkan kenyamanan tempat tidurku segera, tetapi aku memeluk guling semakin erat.

Dia masih mendengkur di sampingku saat air mataku mengalir. Tubuhku bergetar mengguncang tempat tidur. Aku harus melakukan ini dan aku harus melakukan ini segara:bangun dari tempat tidur, lepaskan selimut, mandi dan berpakaian. Mobil jenazah akan berada di sini pukul 10 dan semua orang akan mengandalkanku untuk mengaturnya.

Ketika aku akhirnya merasakan lantai kamar mandi yang dingin di telapak kakiku, dingin menyebar melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh. Tidak ada jalan kembali, hari ini telah dimulai, hari di mana aku akan menguburkan adikku.

Bandung, 24 Juni 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun