Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Debu

30 Mei 2023   09:37 Diperbarui: 30 Mei 2023   13:01 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Madrun berjongkok di halaman penjara, menggambar lambang di atas debu.

Dia mencengkeram ranting di antara ibu jari dan telunjuknya, dengan lembut meletakkan lingkaran, sandi, dan kode menjadi spiral tak berujung, berputar keluar dari kakinya. Kadang-kadang dia menggali ranting itu jauh ke dalam bumi, mencungkil sedikit tanah. Lebih sering, dia mengetuk dan menggores dan mengais sampai detail halus muncul.

Dia telah menggambar selama hampir satu jam, berjongkok. Rasa sakit di pinggulnya sudah lama terlupakan. Lidahnya sedikit menjulur keluar dari sudut kiri mulutnya, tanda seru merah muda kecil di kulit wajahnya yang gelap. Dagunya menonjol, dan dia menatap lambang-lambang dari bawah kacamatanya. Sesekali, dia perlahan mengangkat jari yang kotor dan mendorongnya lebih jauh ke atas hidungnya, tidak pernah mengalihkan pandangan dari pekerjaannya.

Ini adalah kabar baik bagi pria yang berjalan ke arahnya.

Para narapidana lain  menamai pria itu Muka Tikus. Tidak ada yang tahu kenapa. Dia tidak mempertanyakan apa yang dikatakan orang lain di sel itu. Ketika mereka mengatakan kepadanya bahwa jika dia ingin tetap hidup, dia harus membuktikan dirinya, dan dia hanya mengangguk. Dan ketika mereka mengatakan untuk membuktikan dirinya, dia harus membunuh tahanan lain, dia mengangguk lagi. Sejauh pemikiran Muka Tikus, di dalam penjara, jika mengangguk pada semua yang mereka katakan kepadamu di  kamu akan baik-baik saja.

Masalahnya, tentu saja, dia tidak pernah benar-benar membunuh siapa pun. Dia memberi tahu yang lain bahwa pasal yang dituduhkan padanya adalah pembunuhan. Bahkan sebelum dia bisa menutup mulut, mereka tertawa dan mengatakan bahwa dalam kasus itu, dia tidak akan mendapat masalah dengan tugas itu. Tapi saat dia mendekati sosok bungkuk yang mencoret-coret debu, dia merasakan tusukan udara dingin di punggungnya yang tidak ada hubungannya dengan angin yang bertiupkencang.

Tangkai sikat gigi ada di tangannya. Kepala geng-- preman besar dengan satu mata picek bernama Johnson--memberikannya kepadanya. Benda itu telah dicairkan dan didinginkan dan dilelehkan dan didinginkan lagi dan ditanam paku tipis setipis pisau.

Muka Tikus menangkupkannya di telapak tangannya, dengan paku terletak di sepanjang bagian dalam pergelangan tangannya. Tangannya berputar untuk menyembunyikannya dari pandangan luar. Keringat mengalir di jari-jari, menggenang di telapak tangannya.

Dia bisa merasakan mata Johnson menatapnya dari sisi lain halaman lapas. Dia bisa merasakan semua mata tertuju padanya.

Tidak ada yang akan merindukan Madrun, katanya pada diri sendiri. Dia baru sehari di sini. Muka Tikus melihatnya datang kemarin, dan bajingan itu bersiul. Dia sedang berjalan menyusuri lorong sialan di depan sel dengan kacamata konyol itu, memegangi seprainya, bersiul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun