Kalau Surya mengetahui bahwa cewek itu tertarik dengannya, dia pasti tidak menunjukkannya. Suaranya yang membentak mereka bagai perintah komandan, "Kalau-kalau lebih banyak datang, bisakah kalian berkelahi?"
"Berkelahi? Mana mungkin? Dekata-dekat makhluk menjijoikan itu aja aku ogah!" cewek itu berseru.
Abangku menghela napas panjang dan kemudian menatap mataku. "Tunggu di sini. Aku akan memeriksa rumah itu."
"Aku ikut!" bantahku.
"Tidak! Aku membutuhkanmu di sini untuk menjaga Keiko. Dia kedinginan, kalau-kalau kamu tidak melihatnya. Kamu mau ada yang menggigit pahanya seperti sepotong ayam goreng?" Dia menepuk pundakku. "Aku akan segera kembali."
Surya mengendap-endap masuk ke dalam rumah, dan perutku terasa mual. Aku tidak suka dia masuk ke sana sendirian.
"Kita tidak bisa cuma menunggu di sini," kata Chinta. "Zombie akan datang!"
Aku menatapnya. "Kamu tidak bertanya-tanya mengapa pintu itu tidak dikunci? Kamu mau masuk ke dalam rumah yang penuh dengan zombie yang akan memakan otakmu?"
Aku hampir bisa melihat bola lampu berkedip-kedip menyala di atas kepalanya saat kesadaran menghantamnya. "Kamu benar," katanya pada akhirnya.