Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Zombie! Zombie! 4 - 1

30 April 2023   10:30 Diperbarui: 30 April 2023   10:25 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Sebelumnya....

Aku dan Surya secara bergantian menggendong Keiko. Lenganku menggenggam bawah tubuhnya untuk menahannya di tempat. Aku berjuang di sepanjang jalan, berniat untuk mengikuti Surya, meskipun dia tampaknya sengaja memilih jalan yuang sulit agar tidak membuatku mudah. Memang, dia masih kesal karena aku tidak langsung memberi tahu dia tentang kakak kami, tetapi dia tahu bahwa aku menyelamatkan Keiko bukan sebagai pilihan pribadiku, dan akan tetap kulakukan meski situasinya berbeda.

Aku mengembuskan napas panjang dan menghindari semak belukar; tetap saja semakin dalam kami masuk ke hutan, semak belukar menjadi semakin lebat. Lebih buruk lagi, rambut panjang Keiko nyaris menyapu tanah, dan aku harus berhati-hati agar tidak tersangkut apa pun yang akan menyakitinya. Menurutku dia seharusnya sudah bangun, tetapi ketika detik dan menit berlalu, aku mulai khawatir dia mungkin tidak akan pernah bangun lagi.

"Apakah kamu baik-baik saja?" akhirnya Surya bertanya ragu-ragu setelah membisu sekian lama. Aku langsung menyadari kekhawatirannya saat tatapannya beralih dari keiko ke aku lalu kembali ke Keiko, seolah-olah dia tidak bisa memutuskan apakah akan memaafkanku demi kakak kami atau tetap bersikap menyebalkan. "Biarkan aku membawanya," gumamnya, mengambil alih Keiko dari pangkuanku.

Aku membuka mulut untuk berterima kasih padanya, tapi dia sudah memunggungiku, meninggalkanku berdiri di antah berantah sementara dia melanjutkan perjalanannya.

Selama satu jam berikutnya, Surya menggendong Keiko tanpa mengeluh. Pembuluh darah yang menonjol di lengan dan lehernya menandakan bahwa ototnya hampir mencapai titik kelelahan.

Tak tahan melihat perjuangannya lebih lama lagi, aku meletakkan tanganku di bawah tubuh Keiko. "Gantian, Sekarang giliranku lagi. Istirahatlah, biar aku menggendongnya sebentar."

Dia menjulurkan sikunya dan mengabaikanku, seolah-olah aku tidak lebih dari seekor lalat pengganggu.

Kami melihat jejak kaki dan memutuskan untuk mengikutinya. Ide yang cemerlang, karena kami segera tiba di tempat terbuka, dan jalur kami berakhir di jalan tanah yang ditumbuhi rumput liar. Surya berharap kami dekat dengan kota, jadi kami mulai berjalan ke samping.

Aku mencoba untuk tidak mengkhawatirkan Keiko, tetapi sulit untuk menyingkirkan kondisi dirinya dari dari pikiranku. "Aku ingin tahu kapan dia akan bangun," kataku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun