Bayangkan mawar yang ini. Dengan warna kuning yang begitu pucat hingga nyaris putih, merah yang memutih menjadi salmon, pusaran warna dalam satu mekar kecil. Â Bayangkan aromanya, manis dan segar, dan mungkin kamu akan mengerti mengapa Ksatria Aneka Warna dari Gurun Mengaum memilih nama yang tidak menyenangkan untuk dirinya sendiri.
Ranum tidak bertarung dengan pedang. Senjata pilihannya adalah kata-kata, kekuatan janji dan ingatan serta penyesalan, ketakutan dan kerinduan serta ilusi. Ksatria kuning dan merah dan salmon dan putih siap sedia, mengikutinya dan mantra yang dia ciptakan.
Dengan kekuatan seperti itu, Ranum dapat melakukan pekerjaan besar di Gurun Mengaum, tetapi dia malah memilih menggunakan kekuatannya untuk keuntungannya sendiri. Gurun Mengaum tidak memiliki raja, tidak ada pangeran, tidak ada adipati. Mereka menjalankan negeri  mereka menurut cara lama, yaitu berdasarkan pilihan rakyat.
Inilah yang memungkinkan Ranum mengubah jalannya sejarah selama era Ksatria Mawar.
Ilusi yang paling baik diciptakan oleh Ranum adalah ilusi ketakutan, dan orang-orang yang ketakutan akan melakukan apa saja untuk mengusir rasa takut itu, untuk mendapatkan kembali dunia tempat mereka bisa merasa aman lagi.
Dia menciptakan ancaman di semua sisi, ancaman di dalam perbatasan Gurun Mengaum itu sendiri, hantu kehancuran dari luar dan kemerosotan dari dalam. Ketika sekelompok ksatria pemberontak dari Kerajaan Laut Dalam menyerang kota-kota di sepanjang perbatasan barat, menculik perempuan dan merampas kekayaan, melalui kata-kata Ranum itu menjadi ancaman terhadap dasar cara hidup mereka, gelombang bahaya dari barat yang akan menyapu kebebasan dan kemakmuran Negeri Kemarau Abadi. Ranum menyelenggarakan perang di luar pertempuran-pertempuran kecil. Mengubah pertempuran kecil untuk pertahan wilayah menjadi serangan skala penuh. Perintah ilusinya disampaikan sedemikian rupa sehingga orang-orang di Tanah Kemarau Abadi dan Ksatria Mawar yang bertempur dalam pasukannya semua percaya bahwa perang yang mereka lakukan adalah pembalasan semata, bukan agresi.
Maka perang dilancarkan melawan kerajaan Laut Dalam, dilancarkan dan dimenangkan, dan Ranum menjadi pemimpin paling kuat di sebelah barat Pegunungan Api.
Perang yang dimulai oleh Ranum ini bukanlah jenis perang yang pernah terjadi di negeri-negeri ini sebelumnya, setidaknya tidak dalam rentang waktu yang diingat sejarah. Perang yang terus berlanjut selama ada Ksatria Mawar, perang antara Pasukan Matahari dan Tentara Bulan adalah perang ideologi, bertempur sesekali dan seringkali tidak sama sekali, sebuah kontes antara sihir dan nalar, berjuang lebih untuk hati daripada untuk kemenangan.
Perang Ranum berbeda. Dia dan Para Ksatria Aneka Warna berjuang untuk penaklukan dan pengembangan wilayah kekuasaan, hanya untuk Gurun Mengaum dan Tanah Kemarau Abadi.
Aku ingin bercerita kepadamu bahwa ekspedisi penaklukan yang dilakukan Ranum ke timur Pegunungan Api telah berhasil dihentikan, bahwa orang-orang yang dipimpinnya siuman tersadar dari mantranya dan menggulingkannya, bahwa dia gagal mempertahankan kekuasaannya yang telah berlangsung selama beberapa dasawarsa, yang berhasil memperluas wilayah ketakutan ke utara, selatan, timur, barat.
Tetapi ada beberapa cerita tidak memiliki akhir yang bahagia.
BERSAMBUNG
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H