"Oh, sayang sekali," katanya penuh simpati. "Lalu Anda di Palmerah...?" Pertanyaan itu menggantung di bibir Ranya.
Saat itulah aku merasakan serangan ke otakku. Dengan membuat cerita kunjunganku ke Palmerah agak samar, tujuannya mencegah pertanyaan langsung yang mungkin dibuat Detektif Toto tentang objeknya.
"Aku sebenarnya tidak ingin menceritakannya kepada siapa pun. Aku ke sama karena kebetulan mendapatkan tawaran dari salah satu perusahaan besar," kataku sambil tertawa canggung. "Aku hanya bertemu dengan headhunter, menimbang-nimbang posisi yang mereka tawarkan. Masih pikir-pikir, masih perlu negosiasi beberapa kali lagi. Terlalu lama sampai aku mengacaukan janji kita."
"Wah, mudah-mudahan Anda beruntung." Wajahnya mendung. "Jika Anda datang pada pukul setengah tujuh, Tuan Archer yang malang ..."
Kami berdua terdiam sesaat.
Aku yang bicara untuk memecah keheningan. "Bagaimana dia bisa masuk ke sini, Ranya? Kenapa dia ada di sini?"
"Tolong," dia memohon. "Saya sudah menjalani semua ini selama berjam-jam tadi malam dengan detektif polisi."
"Aku mendapat kesan bahwa dia tidak sepenuhnya yakin bahwa Archer bukan hanya kenalan biasa kamu." Pada saat itu tampaknya penting untuk mendengarkan jawaban langsung darinya. "Apa memang demikian, Ranya?"
"Saya belum pernah melihat pria itu sampai saya bertemu dengannya di hotel," jawabnya marah. Kemudian, dengan mengangkat bahu, dia berkata dengan suara letih, "Saya sebaiknya memberitahu Anda. Saya berbohong ketika mengatakan saya tidak pernah melihatnya lagi setelah pertemuan kita di Naga Cina." Dia menghindari tatapanku, lalu berkata dengan suara rendah, "Dia datang ke kamar saya malam itu."