Memencet bel apartemen di Mediterania Lagoon mengingatkanku bahwa sudah lebih dari dua belas jam sejak aku berdiri di sana dengan penuh harap. Tanpa sadar, pandanganku tertuju ke bagian bawah pintu. Aku seperti berharap melihat kunci didorong perlahan di bawahnya, dan menjadi terkejut ketika pintu tiba-tiba terbuka lebar.
"Ah, Tuan Handaka!" Mau tak mau aku menangkap nada lega dalam suaranya.
"Aku harap aku tidak datang di saat yang tidak tepat," kataku, tak luput memperhatikan mantel bulu yang menutupi bahunya. "Aku sudah mencoba meneleponmu---"
Dia memberi isyarat setengah minta maaf. "Oh, maafkan saya. Kabel telepon saya matikan sepanjang pagi. Para reporter itu membuat saya gila!" Ranya menggigit bibirnya. "Lalu detektif dan pertanyaannya yang tak ada habisnya---"
"Aku baru saja mendapat kunjungan dari Detektif Toto Herbipirous," potongku.
"Saya sudah menduganya," katanya dengan nada menyesal. "Seharusnya saya memberi tahu Anda ketika Anda menelepon. Tapi... sampai lupa. Silakan masuk."
Aku mengikutinya ke ruang tamu yang sekarang sudah rapi. "Teman-temanku memanggilku 'Han'," kataku sambil tersenyum. Dia membalas senyumku. "Baiklah, saya akan memanggil Anda 'Han'."
Dia menunjuk kursi sofa berwarna krem. "Silakan duduk, Han".
Sambil melepaskan mantel bulunya, dia membiarkannya jatuh ke sofa. Dia mengenakan setelan merah darah, dihiasi oleh satu bros dua hati bertatahkan berlian.