Dia menulis puisi yang menyentuh hati tentang manusia di atas gelas kaca di Bumi, makhluk-makhluk kecil yang ingin tahu apa yang dia intip saat berjalan-jalan di malam hari mengedari galaksi.
Dengan enggan, dia setuju untuk membuat puisinya dengan bulan lain. Penyuntingan seluruh bagian, dipotong seperti Mayor Tom terlepas dari atmosfer bebas gravitasi.
Dia gugup  pada waktu itu, mengharapkan astronot itu dicegat seperti transmisi satelit, diterjemahkan oleh mereka yang mahir menganalisa zarrah antariksa.
Yang mengejutkannya, bulan-bulan lain juga memiliki puisi orang-orangnya sendiri dalam karya-karyanya. Mereka harus menulis tentang Mars atau Venus, panas yang menghanguskan atau dingin yang membeku, keluhnya.
Hal ini membuat Bulan tertekan, karena dia pernah merasakan ketipak derai kaki kecil manusia pada dirinya beberapa bulan yang lalu, keintiman dengan manusia yang tidak dapat diklaim oleh bulan lain. Tapi tidak ada bulan di seluruh alam semesta yang mempercayainya.
Kemudian, pada saat memudar dan menyendiri, dia menyembunyikan puisinya di bawah beberapa jejak kaki pucat dan menjadi satu-satunya puisi bulan yang pasti, tepat di sebelah kawah raksasa yang diukir oleh air mata yang dibaca jutaan orang setiap malam melalui teleskop.
Bandung, 12 Maret 2023
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI