Jalanan dalam mimpiku terbuat dari bata purba dan bayangan tua.
Bunyi tetesan air, dengan hati-hati mengukur waktu, terdengar di lorong-lorong yang sepertinya tak pernah bisa kutemukan. Langkah kaki mengancam akan mengkhianatiku membawa pada musuh yang berjongkok dan menunggu di kebuntuan pojok.
Ketatnya ketegangan, pisau disakuku bisa memotongnya.
Berkali-kali aku berbelok hingga tak mungkin lagi menemukan jalan kembali. Tersesat dalam labirin, aku terus mencari jalan masuk. Atau jalan keluar.
Di sudut lain, semakin ramai tikus berkeliaran.
Semakin tinggi sampah menggunung, semakin menjepit cengkeraman takut.
Lebih gelap bayangan.
Lebih riuh derap langkah kaki.
Lebih menggigit kerinduan.
Lebih jauh mencari.