Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seni Zaman Es Baru, Gara-Gara Siapa?

23 Februari 2023   06:25 Diperbarui: 23 Februari 2023   06:38 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukan langit yang bernoda teh, salju bertambal lumpur, atau hilangnya lampu kelip liburan kahir tahun yang meninggalkan hari-hari kelabu tanpa akhir, meredam semangat kami pada pagi Februari ketika orang-orang tiba di pusat kota, mengenakan sarung tangan dan berkerah terbalik, untuk menemukan jalan kereta api yang bobrok tapi mempesona.

Dingin datang mencekam akhir tahun itu di Bandung, Kerajaan Sunda. Salju mengalir seperti gula bubuk, membekukan segalanya, gundukan putih dari angin kencang menghalangi pembukaan pintu dan jendela, menyandera kota tanpa mobil pembajak salju, menyebabkan warga bertahan di balik palka dan tetap diam dan bertaruh sampai sup mendidih dan permainan di sekitar perapian dari kompor gas yang dipindah dari dapur ke ruang keluarga

Pada pagi itu, kami memberanikan diri keluar.

Kopi susu mengepul yang diseduh dengan air yang baru dijerang, warga tertarik pada tontonan pohon-pohon yang dibungkus dengan syal rajutan, sebuah pameran seni jalanan gerilya para artisan.

Tegak berdiri, bangga dalam ansambel yang gagah dengan ribuan pola---jahitan biji, garis, tenun, ikat---dalam warna paling keras yang bisa dibayangkan--- fuschia merah tomat, oranye wortel menyala gradasi ke kuning cerah, pirus dan kecubung---kekacauan yang indah. Mereka yang menatap keajaiban dengan tubuh yang menggigil bertahan sampai akhirnya berarak pulang. Kaki dan jiwa sedikit lebih ringan, untuk duduk lagi di depan api dan bermain tebak-tebakan 'Siapa Pelakunya'.

Meskipun tidak ada yang mengakui kejahatan yang tidak pernah terjadi lagi ini, spekulasi berlimpah ruah: dari wanita yang menjual peralatan menjahit di Pasar Sederhana, hingga pria periang bersepeda yang mencabut paku dari pohon dan menyapu trotoar Dago dengan syalnya sendiri, hingga walikota yang suka merajut dengan jarum kait, para laki-laki yang berkumpul di kafe. Sampai tiba hari ketika semua orang setuju bahwa misteri adalah bagian dari keindahan.

Sedangkan syal rajutan, angin sedingin es menerbangkannya sampai menjadi potongan-potongan benang yang terurai, memungkinkan daun-daun membentang menandakan musim semi pasti akan tiba... suatu hari nanti.

Bandung, 23 Februari 2023

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun