Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Skandal Sang Naga (Bab 9)

19 Februari 2023   21:31 Diperbarui: 19 Februari 2023   21:40 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya....

Saat kembali ke apartemenku dari Shanghai, suara dering telepon terdengar dari tangga naik. Aku buru-buru berlari melompati dua anak tangga sekaligus. Bukannya aku mengharapkan panggilan, hanya saja aku termasuk salah satu dari orang-orang yang penasaran jika telepon berhenti berdering sebelum mengetahui tujuan sang penelepon. Nyaris mendobrak pintu masuk, aku melompat ke meja dan meraih gagang telepon.

"Halo? Handaka Jaya di sini," kataku terengah-engah.

"Sebuah suara wanita yang rendah dan terkendali berkata, "Ini Ranya Vachel. Anda terdengar seperti baru saja lari marathon."

Aku tertawa. "Terlalu banyak merokok. Senang mendengar suaramu lagi. Bagaimana kabarmu? Apakah perjalananmu kembali ke tanah air lancar-lancar saja?"

"Ya, sangat menyenangkan." Aku membayangkannya tersenyum saat dia melanjutkan, "Saya ingin mengundang Anda untuk dinner malam ini. Maaf kalau mendadak, tapi apakah Anda akan datang?"

"Tentu saja. Dengan senang hati."

"Tunangan saya, Yudhi Salim, akan hadir. Dia ingin bertemu dengan Anda."

"Bagus. Jam berapa aku harus datang?"

Dia ragu-ragu. "Setengah delapan tidak apa-apa?"

"Baiklah."

Dia tertawa kecil "Hampir lupa. Anda belum tahu di mana saya tinggal. Mediterania Lagoon Lt. 21, Kemayoran, Bisakah Anda mengingatnya?"

"Ya, akan kucatat."

"Saya akan menantikan kedatangan Anda kalau begitu. Selamat sore."

"Selamat sore."

Aku meletakkan gagang telepon sambil berpikir, bertanya-tanya mengapa dia tiba-tiba menelepon.

Mengapa tunangannya ingin bertemu denganku? Apa gunanya? Mungkinkah ada hubungan dengan kecelakaan mobil yang menewaskan Banyu Putih?

Aku ragu-ragu, bertanya-tanya dalam hati apakah aku harus menelepon Joko Seng. Akhirnya, aku memutuskan untuk tidak melakukannya.

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun