Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Baik-baik Saja

27 Januari 2023   14:31 Diperbarui: 27 Januari 2023   14:51 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.cafelavista.com/office-coffee-machines

Tidak ada lagi berpura-pura.

Tami menangkup kopinya yang mengepul di tangannya dan menghirup aromanya yang sangat dikenalnya, mencoba menenangkan sarafnya. Setelah duduk sebentar di salah satu kursi krom yang dingin, dia bergegas kembali ke tempatnya di konter. Dia ingin menatap mata Johan.

Dia membayangkan kekhawatirannya, "Oh, aku sangat menyesal mendengarnya, Tami," jika nanti dia bercerita tentang penahanan putranya Keenan baru-baru ini karena menjual narkoba. Atau lukanya yang dalam saat mengetahui bahwa suaminya berselingkuh di belakangnya dengan instruktur pribadinya yang berusia dua puluh dua tahun.

Gadis itu lebih muda dari putra mereka, demi Tuhan!

Atau mungkin Johan akan dengan lembut menepuk lengannya ketika dia mendengar tentang benjolan yang ditemukan dokter di payudaranya awal minggu ini.

Pintu mengayun terbuka, dan di sana berdiri Johan, pria setinggi 180 cm penuh percaya diri dengan kemeja polo biru ceria dan celana khaki. Bersiul seperti biasa.

Jantung Tami berdetak kencang di dadanya.

"Selamat pagi. Apa kabarnya hari ini?" tanyanya sambil menuju mesin kopi, sama seperti yang dilakukannya setiap pagi.

Tami membeku.

Otaknya bagai lemari arsip, dan seseorang baru saja menyeggol terkutuk itu sampai jatuh. Semua kata dan kalimatnya berserakan di lantai linoleum abu-abu.

Dia mencoba dengan panik untuk menyatukan pikirannya yang kusut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun