Kamu memang lelaki yang setia saat pertama kali menciumku dan selama berabad-abad sesudahnya.
Tapi aku sudah menduganya. Aku bahkan menghitung purnama yang dibutuhkan.
Kamu bersamanya saat ini, sekarang. Aku tahu siapa dia. Aku melihatmu, dan mengikuti pandanganmu.
Saat kamu kembali padaku, aku mencium baunya di kulitmu. Kamu membisikkan namaku seolah-olah dengan begitu menebus segalanya, seperti akan mampu menghapus aromanya.
Tidak.
Aku mendengarkan namaku jatuh dari mulutmu, membiarkan indraku menutupi dan menghitung suku kata, memeriksa apakah setiap huruf dan nuansanya benar sebelum mengucapkan namamu sebagai balasannya.
Aku merasakannya di bibirmu tapi tetap balas tersenyum, 'berkonsentrasilah pada saat ini.'
Aku senang kamu ada di sini bersamaku saat ini juga. Aku menggenggam momen, berpegangan padamu, menekan telingaku ke dadamu dan mendengar detak jantungmu.
Aku merasakannya, detak jantungmu, nyata.
Aku melakukan semua itu, melakukan semua yang bisa kulakukan, tetapi aku tak bisa mengabaikan dinginnya cincin kawinmu yang dingin di punggungku, menolak untuk hangat, apa pun yang terjadi.