Teriakan Miko bergema di udara. Olahraga ekstrei selalu menjadi miliknya, bukan Tiwi. Rasa lega membanjiri gadis itu saat dia mendarat di tanah yang kokoh di sisi lain. Dia belum dicairkan menjadi makanan laba-laba, dan tidak hancur berantakan seperti semangka di dasar ngarai. Melepaskan sulur pohon anggur, dia jatuh di rerumputan yang lembut.,
Untunglah, dia baik-baik saja.
Pandangannya melayang ke laba-laba di sisi lain tepi jurang. "Hei, aku ingin melihat kalian mencoba melompati yang itu!"
Zaki tersenyum dan mengulurkan tangan untuk membantu Tiwi  berdiri. Pancaran kemenangan berpendar di matanya yang  biru saat rambutnya yang gelap dan liar acak-acakan oleh angin.
Berdiri agak terlalu dekat ke tepi, Miko berteriak, "Gue belum tahu siapa kalian, tapi gue pasti nyariin di Google kalau udah dapat sinyal. Tungguin aja, sucker!"
Lengannya yang kuat melingkari pinggang Tiwi, membuat jantung gadis itu berdebar kencang. "Sombong dikit menyenangkan juga."
Tiwi tersenyum, meremas pundak Miko. "Ayo. Ayo pergi."
Dia memusatkan seluruh tenaganya untuk berjalan lurus ke depan dan menolak untuk melihat apa pun yang mungkin ada di pepohonan. Memikirkan sesuatu yang menggeliat membuatnya bergidik. Tak ayal dia mengamati sekeliling. Hanya ada rimbun  hutan hijau. Tidak ada tanda-tanda laba-laba, tetapi itu tidak berarti makhluk itu tidak mungkin berada di suatu tempat di sana, bersembunyi di semak-semak. Memikirkan itu membuatnya dan meraih lengan Zaki.
Cowok itu menepuk punggungnya. "Mari kita coba cara ini. Kita tidak bisa membiarkan laba-laba menghalangi kita menemukan air."