Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Memberi Makan Kucing

16 Januari 2023   16:57 Diperbarui: 16 Januari 2023   17:31 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terengah-engah, dia berdiri sejenak mencoba memahami apa yang baru saja terjadi, tetapi otaknya menolak untuk ikut campur. Audrey menatap nanar pola kertas dinding sampai Popeye mengingatkannya bahwa dia lapar dengan mencakar celana jinsnya.

"Oke, oke," bisiknya, mengangkat mangkuknya ke meja dapur.

Garpu bergemerincing di bagian dalam kaleng saat dia berjuang untuk mengendalikan tangannya yang gemetar hebat karena suatu alasan di luar jangkauannya.

Gumaman suara-suara di ruang depan semakin keras namun semakin sulit dipahami saat dia mencondongkan tubuh dan menempelkan telinganya ke pintu. Lalu terdengar suara pertengkaran. Dan teriakan caci maki.

Dia hampir menjatuhkan garpu saat pintu depan dibanting, nmengguncang peralatan makan di lemari. Dadanya terasa sakit karena tekanan jantungnya yang berdebar kencang.

Popeye mengeong dan mengulurkan tangan untuk mencakar kaleng yang tergantung sangat dekat tetapi masih di luar jangkauan.

Beberapa detik berlalu dalam kesunyian, lalu pecah oleh gedoran keras di pintu depan. Audrey menunggu, lututnya goyah, bersandar ke mesin cuci untuk menopang tubuhnya.

Pintu dapur terbuka dan Ferry berdiri di depannya, pucat pasi, kaget tapi menghindari menatapnya. Audrey tersentak pada setiap pukulan ke dinding yang terbuat dari batu bata dan semen padat di belakangnya.

"Ada apa?" Audrey berhasil bertanya melalui gemeletuk gigi.

Dia memperhatikan rahang Ferry bergetar saat mencari jawaban, dan saat dia membuka mulut untuk berbicara, kabut menghilang.

Dengan gelombang amarah yang dingin, Audrey menyadari bahwa dia tahu persis apa yang sedang terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun