Di luar, hujan melambat menjadi kabut tipis. Aku menggeliat melepaskan kekakuan dari anggota tubuhku dan meninggalkan meja untuk mendapatkan pemandangan yang lebih baik.
Kabut tampak naik dan turun, melayang dan kabur, bergeser dalam hembusan dan desahan. Tetesan air mengalir di daun jarum cemara berjari halus. Cabang-cabang pohon meranti terkulai di bawah beban jenuh. Kabut menempel di batang pohon, mengisi ruang di antaranya, melindungi rumah tetangga.
Batang pohon berwarna coklat tua. Tidak lagi kering, hampir abu-abu pucat sebelum hujan. Rerumputannya semarak, hijau limau. Dedaunan pohon serta pakis berwarna hijau tua pekat yang berteriak, "Aku hidup!"
Napasku berkabut di jendela, dan aku menekan tanganku ke kaca. Kusen dingin di telapak tanganku, lembap menelusuri jari-jariku.
Hutan hijau berkabut memanggilku.
Aku mencoba menghilangkan perasaan itu, kembali bekerja, tetapi aku merasa stagnan, dan pekerjaan ini membosankan.
Aku tak bisa fokus pada rencana proyek untuk orang asing yang jauhnya ribuan kilometer.
Membuka pintu geser di ruang tamu dan melangkah ke teras, kulihat seekor burung gagak bertengger di kabel listrik. Kroak.
Apakah sepertiku dia merasakan bosan juga? Apakah dia menegaskan daya juangnya, atau apakah kesal karena basah?
Atau apakah dia memberi tahu teman-temannya tentang cacing yang muncul di rerumputan di bawah?