Di sini aku duduk saat rapat di balai warga menunggu giliranku untuk menyuarakan pendapatku tentang mengapa kami tidak boleh menghancurkan mercusuar kota kami. Sepertinya aku satu-satunya pembangkang di gerombolan orang-orang yang ingin menghancurkan sejarah kami dan membangun segunung kondominium di tempat itu.
Aku menyadari, kapal yang lebih besar telah mengubah rute mereka dan tidak lagi berlayar ke sini. Namun aku tak tidak akan pernah melupakan hari ketika mercusuar menyelamatkan hidupku.
Hari itu aku berlayar dengan perahu dan katrena mengantuk memutuskan untuk tidur sejenak. Aku terbangun karena suara guntur.
Awan badai bergulung dan hari menjadi gelap dengan cepat. Laut bergejolak dan mulai mengombang-ambingkan perahu kecilku ke sana kemari.
Aku harus segera berlabuh ke pantai, tetapi hanya ada sedikit kesempatan untuk mendarat di pantai berpasir, karena pantai kami dipenuhi bebatuan besar dan terjal. Tidak mungkin aku dapat menemukan arah ke darat dengan aman.
Cuaca semakin gelap. Semakin besar kemungkinan aku tak akan menemukan tempat berlindung yang aman. Kecemasanku lenyap saat cahaya tunggal dari mercusuar itu menembus kegelapan dan menunjukkan jalan yang sempurna dan membimbingku pulang dengan selamat.
Bandung, 31 Desember 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI