Perang mengubah Ayah.
Aku rasa, perang mengubah kita semua.
Tapi Ayah lebih dari siapa pun.
Ayah selalu menyukai bintang-bintang. Dia tahu setiap nama, setiap angka. Dia tahu setiap rasi bintang, semua asterisme. Dia tahu mitos di balik masing-masing rasi dan asterime, apakah itu berasal dari Yunani, Romawi, Arab atau Norse. Dia tahu legenda dari India, Dayak, Aztec, Maya, Apache, atau Inuit.
Itu adalah cerita pengantar tidur kami. Ceramah yang kami dengarkan saat berjalan melintasi padang pasir pada malam yang cerah dan sejuk.
Setelah invasi, tidak ada lagi yang melihat bintang-bintang. Kami menutup daun jendela, menyalakan lampu untuk menerangi langit malam. Bintang-bintang berarti bahaya, ketakutan, kematian.
Satu-satunya yang berjalan di tempat terlarang yang gelap adalah Ayah, meskipun dia tidak pernah berbicara tentang apa yang dilihatnya.
Tidak sampai dia sekarat.
Kata-kata terakhirnya kepadaku adalah, "Ayesha ... Ayesha, bintang-bintang menangis. Bintang-bintang menangis karena kita kehilangan kepercayaan pada mereka. Kita kehilangan cinta kita untuk mereka."
Esok malam, aku pergi ke dalam kegelapan.
Ayah salah.
Bintang-bintang tidak menangis. Bintang-bintang dingin dan asing.
Bintang-bintang marah dan kejam.
Satu-satunya yang menangis adalah Ayah.
Menangis karena kesucian bintang-bintang telah hilang.
Bandung, 29 Desember 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H