"Kita dikepung!" Mimpi buruk terburuk Tiwi menjadi kenyataan. Teror memakan setiap sel tubuhnya. Hanya bersenjatakan tongkat dan dua kepalan tangan, dia beringsut merapat ke Zaki. Satu tangannya berpegangan pada lengan sahabatnya sambil memukul laba-laba dengan yang lain.
Dia mencoba menusuk punggung serangga itu dengan tongkat, tetapi hewan itu bergeming. "Serius, ada apa dengan laba-paba mutan ini? Serangga lain akan kabur cari selamat. Ini di luar logika!"
Sesuatu yang berkilau di sebelah kiri menarik perhatiannya. Jaring besar, tebal, berbentuk spiral nergantung di antara dua pohon, seperti tempat tidur gantung atau semacam jembatan tali.
"Jaring!" Tiwi berteriak. "Kita bisa naik."
Tanpa menunggu jawaban, dia menarik tali sutra dan mulai memanjat jaring benang yang saling bersilangan. Sedikit memantul, mengingatkannya pada jaring kargo di pasar malam, tetapi tampaknya cukup kuat untuk menahan berat badannya.
Suara Zaki bergaung di udara. "Lu gila? Gue ogah naik ke sana."
"terserah. Nggak ada tempat lain lagi." Miko mengangkat bahu dan melompat, memanjat sampai ketinggian tujuh meter.
Tiwi menggelengkan kepala. "Zak, lupakan acrophobia-mu. Mulailah memanjat, atau kamu akan menjadi santapan laba-laba!"
Laba-laba mengeluarkan nada tinggi lagi dan Zaki melompat mundur.
"Hei, Zak, lu yakin nggak pengen gabung sama kita?" teriak Miko.