Malin menyunggingkan seringai miring. Gusinya yang tebal menjadikan wajahnya penuh gigi. "Apa lagi yang kamu tawarkan?"
Gaun dalam cengkeramannya, dia membungkuk dengan payudara disangga di atas meja. "Apa yang dicari oleh awak kapal itu dan bagaimana menjaga agar kapal serupa yang akan datang menyusul penuh dengan preman-preman agar tidak membunuhmu. Mereka dari Dunia Barat, peramu tuak."
Beberapa helai rambut di tengkuk Malin berdiri. Dia membelai lehernya untuk membuatnya kembali tunduk.
Malin sudah pernah berurusan dengan tentara bayaran Dunia Barat sebelumnya dan urusan mereka tidak berjalan dengan mulus.
Mereka tidak mungkin berkeliaran di sekitar sini, bukan? Badan Otoritas Persemakmuran Suku-Suku Dunia Timur pasti sudah menangkap mereka. Dia pasti berbohong.
"Mereka tidak diizinkan di sini," kata Malin. "Perjanjian Gencatan Senjata mengatakan demikian."
Manusia air itu terkekeh. "Gencatan senjata tidak ada artinya bagi mereka. Apakah kamu tidak mendengar?"
Malin telah mendengar sebelumnya, dan sempat heran mengapa Musashito tidak melompat keluar dari lemari untuk menertawakannya. "Kamu bohong, sayang."
"Seandainya begitu. Ada lagi yang kamu tidak tahu. Seseorang di sini telah memberi informasi kepada Dunia Barat. Aku membaca laporan tentang kalian semua. Ma'angin muda dari Panaimar yang diusir bapaknya dan menikahi tunangannya. Kamu hidup untuk membalas dendam padanya. Bahkan kamu bersedia menjual jiwamu untuk itu. Dan kamu akan mendapatkan kesempatan itu hari ini."
Dia menggeser badannya, menyeret dadanya di sepanjang tepi meja peramu, menambah sempuna kilaunya.