Gua menjadi sunyi kecuali suara air yang menetes berirama. Tiwi membuka mulut untuk berbicara, tetapi kata-katanya tidak keluar. Sambil memejamkan mata, dia mengunci lengannya di tubuh Zaki dan membenamkan diri di lekukan bahu cowok itu. Mereka berhasil bertahan melawan segala rintangan.
Saat dia membuka mata, tak terasa isakan pertama meledak dari dadanya. "Apakah menurutmu ayah dan ibuku baik-baik saja?"
Zaki memeluknya. "Mereka diselamatkan Tim SAR. Gue melihat mereka ditarik ke udara."
Tiwi menoleh ke arah Miko. "Apa kamu yakin? Kamu melihatnya? Kalian berdua? Mereka... mereka benar-benar aman?"
Miko mengangguk. "Yeah. Gue juga lihat, kok."
Tiwi menaik napas dalam-dalam, tetapi air matanya tak berhenti mengalir. Menyeka pipinya, tiba-tiba dia tertawa sambil bercucuran air mata. Itu adalah berita terbaik  yang pernah didengarnya. "Mereka mungkin kering, hangat, dan khawatir tentang kita."
Tiwi meraba liontin yang terbuat dari perak dan besi meteorit di lehernya. Masih ada. Di dalamnya terdapat potret keluarganya.
Miko meremas tangannya. "Yakinlah, mereka selamat."
Tiwi tersenyum.
"Jadi dari mana datangnya cahaya? Bulan?" Miko berputar-putar di dalam air, menatap gua berkubah tinggi.