Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Terdampar di Perut Bumi - Buku Satu: I. Terdampar (Part 10)

10 November 2022   16:02 Diperbarui: 10 November 2022   16:05 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah kekuatan yang luar biasa mendorong tubuhnya maik, lebih cepat dan lebih cepat. Menyembul ke permukaan tubuhnya terlempar tinggi terbawa semburan air yang dahsyat. Dia mendarat di air, memercikkan air ke segala arah. Menghirup udara dengan putus asa. Udara yang nikmat, megah, dan mengagumkan.

Tergagap dan terbatuk, dia menyingkirkan rambut kusut dari wajahnya. Udara menggantung berat dengan bau tanah lembap.

Sambil menarik napas, dia menendang kakinya ke dalam air dan bertanya-tanya seberapa kedalamannya. Sambil memegang jaket pelampungnya yang compang-camping, Tiwi menyipitkan mata untuk menyesuaikan diri dengan cahaya redup. Dengan cemas, dia melihat ke seberang ruang bawah tanah yang sangat besar untuk mencari langkan, atau mencari jalan keluar. Tidak ada apa-apa selain kilauan stalagmit yang memantul di air biru dan menjulang tinggi di atasnya, seolah-olah ruangan di sekitarnya benar-benar tergenang air.

"Wow, sangat indah," bisiknya, terpesona oleh jutaan kristal yang berkilauan seperti berlian di sepanjang dinding. Gua Son Doong harus turun dari rekor gua terbesar di dunia, karena baru saja dikalahkan oleh apa pun nama tempat ini.

"Tiwi! Di sini!"

Jantungnya mencelos mendengar suara yang akrab ditelinganya. "Zaki! Syukurlah kamu masih hidup."

Dua jaket pelampung kuning berpendar di kejauhan, membuatnya menghela napas lega.

"Miko!"

Dua sahabatnya terombang-ambing di air. Tak terkira bahagianya Tiwi melihat mereka.

Dia menghela napas dan menghapus air mata, diliputi rasa lega. Sambil tersenyum, dia memaksa otot-ototnya yang lelah membawanya melintas.

"Gue nggak percaya pusaran air itu menyedot kita semua," kata Miko, yang berenang menemuinya di tengah jalan dan memeluk Tiwi erat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun