Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Batas-Tak-Bertuan (I)

10 November 2022   12:30 Diperbarui: 10 November 2022   12:39 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Langkaseh berada di urutan keempat dalam daftar Nakhoda Mantir. Pulau ini tidak separah Jiv, Nu'aru, dan Gamu. Enam bulan berharap di sekitar tumpukan karang dan lebih buruk lagi, mencari penghidupan, Malin akhirnya setuju dengan awak sekapalnya---Mantir, Nanjan, Rina'y, dan Drek---bahwa mereka tidak akan menemukan tempat yang lebih baik lagi . Terutama setelah seorang Borigani menggambarkan kepadanya dua wilayah yang tersisa di daftar. Bukti tak terbantahkan bahwa yang menanti di di laut lepas sana jauh lebih buruk.

Pulau setengah rimba setengah gurun ini adalah yang terbaik yang bisa didapat Malin dan kawan-kawannya, terutama karena mereka berhasil mengambil hati syahbandar tua penjaga pelabuhan yang galak---seorang veteran yang masih bertempur dalam perang yang telah lama berakhir.

Ketika si tua tolol itu berhasil diyakinkan bahwa mereka bukanlah telik sandi Dunia Barat, Malin merundingkan biaya menetap untuk mereka dan membayarnya dengan kepeng yang didapat sebagai uang muka upah dari Badan Otoritas Persemakmuran Suku-Suku Dunia Timur upah memburu buronan penyelundup. Malin mendapatkan lapak untuk kedai tuaknya, dan dermaga tempat berlabuh permanen untuk kapal mereka, Begundal Laut. Kantor dagang untuk para Daiaq, posisi fasilitator dermaga dan asisten untuk Rina'y dan Dikker, dan izin tambang dan transportasi darat untuk Nanjan yang melakukan pencarian. Nanjan berharap menemukan logam berharga di Langkaseh, sesuatu yang bisa diekspor yang menguntungkan dia dan Mantir. Sesuatu yang tidak pernah terjadi.

Malin membangun kedainya di wilayah dermaga dari sisa-sisa bahan buangan. Teman-temannya membantunya mengumpulkannya dan membuatnya jadi lebih rapi.

Sebagai gantinya, dia membantu mendirikan rumah baru mereka, meskipun Malin masih belum bisa memaksa dirinya untuk menyebut Langkaseh sebagai rumah. Langkaseh tak lebih sebagai batu loncatan baginya. Suatu tempat sampai sesuatu yang lebih baik tiba. Dia sudah berada di sini selama dua setengah tahun, dan peruntungan belum pernah menghampirinya sama sekali. Bahkan, dia semakin membencinya dari hari ke hari.

Lebih buruk lagi, Nanjan menghilang setahun yang lalu. Dia tidak pernah kembali dari salah satu penjelajahannya. Tidak ada jejaknya yang ditemukan di mana pun, bahkan gerobak layarnya pun tidak. Sejak hilangnya Nanjan, hari-hari diwarnai dengan rasa pedih yang memilukan.

Tenggorokannya terasa kering berdebu. Malin menggosok gusi dan giginya dengan lidah, lalu meludah ke lantai.

Dia memakai sepatu botnya dan mendorong dirinya keluar dari bilik tidurnya dan membuka pintu kedai.

Menarik ke atas celananya yang merosot dan menurunkan gulungan lengan bajunya ke bawah, dia bersiap untuk menerima pelanggan yang datang membawa kepeng dari berbagai pelabuhan Dunia Timur untuk menuju pelabuhan Dunia Timur berikutnya untuk mendapatkan lebih banyak kepeng lagi. Suatu tempat dengan kebun pepohonan dan pasar yang riuh, suatu tempat yang bukanlah persinggahan yang terpencil jauh dari peradaban seperti Langkaseh.

Menggulung tenunan tebal yang dia gunakan sebagai alas tidur, Malin menyelipkannya di bawah palang yang disatukan dengan dinding, pintu, dan badan gerobak pedati yang dibuang. Sebagai atap bagian dari lambung kapal yang terdampar setelah badai, dibentuk dan diampelas sampai berkilau tanpa cacat. Terlepas dari berbagai bahan yang menjadi bangunannya, gaya yang kaya dan lembut Rina'y telah membuat kedai itu berkilau bersih dengan segala sesuatu tepat di tempatnya.

Di belakang jeruji bambu, dia mencari-cari kentongan di antara guci besar arak kerambil dan enau yang disadap. Kentongan adalah caranya untuk menghubungi warga Langkaseh di sekitar pelabuhan Langkaseh, untuk memastikan mereka melihat kapal yang masih berupa titik di cakrawala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun