Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Terdampar di Perut Bumi - Buku Satu: 1. Terdampar (Part 9)

9 November 2022   12:00 Diperbarui: 9 November 2022   12:02 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Tiwi mendengar teriakan Zaki dan Miko samar-samar ditimpa guntur yang menggelegar. Dia berteriak, tangannya mengepak-ngepak melawan arus, terburu-buru menutup mulut untuk menghindari menelan air lagi.

Mendongak ke atas kapal, dia hanya bisa melihat bagian atas tubuh kedua sahabatnya merunduk dan menghilang dari pandangan. Mereka melemparkan sesuatu ke sisi perahu. Menggunakan semua kekuatannya, dia mendorong tubuhnya ke tali, terengah-engah sambil mengayunkan lengan. Dapat!

Dia menarik tali dengan keras, mengetahui bahwa tali itu diikat dengan aman ke gerigi besi.

Ombak raksasa pecah dan mengalir di atas perahu, diikuti oleh bunyi retak keras dan kemudian suara gedebuk. Tali-temali dan layarnya jatuh ke geladak, bersama dengan tiang setinggi sembilan meter.

Zaki berteriak mengatasi deru angin. "Miko!"

Berpegang erat pada tali, Tiwi meneriakkan nama mereka berdua. Dia bertanya-tanya apakah Zaki atau Miko telah dihantam oleh sesuatu yang berat. Setiap serat di tubuhnya menegang memikirkannya. Apakah mereka terluka?

Matanya berkedip tapi tidak bisa melihat apa-apa dalam kegelapan. Petir menyambar menari-nari di langit, dan akhirnya dia melihat sosok Zaki yang menyeramkan di dekat terali.

Bibir Tiwi gemetar ketika tidak bisa melihat Miko.

Apakah dia juga jatuh? Tiwi membayangkan Miko terluka, atau lebih buruk lagi, pingsan. Astaga! Tuhan tolong, please.

Dia melihat sekeliling dengan panik, tetapi tidak ada apa pun selain barisan ombak setinggi gunung. Terengah-engah, dia mencoba untuk tidak tersedak buih asin yang didorong ke dalam mulut oleh ombak liar yang berjatuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun