Tinneke bilang dia akan ke Jakarta. Dia bertanya apakah dia bisa datang dan berkunjung ketika aku lebih baik.
Tinneke bertemu suaminya di Frankfurt. Katanya mereka sering diundang ke berbagai pesta. Tinneke akan menjadi nenek dalam bulan depan, dia bilang dia sudah benar-benar siap untuk menjadi seorang nenek.
Tinneke datang mengunjungiku sekali di Bekasi, dia menyimpan kartu komuter sehingga dia bisa menebusnya kembali.
Dia bilang aku adalah kisah sukses. Aku tyadinya tidak merasa sebagai orang sukses ketika dia pulang, tapi setelah kupikir-pikir, mungkin saja dia benar.
Idola Tinneke di universitas adalah Che Guevara. Dia bilang, dia sering mengikuti unjuk rasa di universitas. Dia bilang Che Guevara sangat menawan. Dia memasang posternya di dinding kamar indekos.
Aku dan Tinneke bertemu di kafe. Dia mencoba untuk membayar kopi, tetapi aku bersikeras bahwa aku yang mentraktir. Dia boleh mentraktir balik kapan-kapan.
Ketika pertama kali bertemu Tinneke, dia membuatku takut. Aku tidak tahu mengapa dia mengisi formulir di kertas yang warnanya berbeda. Dia membuatku curiga.
Tinneke tampak sangat tahu banyak dan aku bertanya-tanya apa yang dia ketahui. Aku memeluk Tinneke sekali saat hujan deras.
Tinneke berkata, "Aku pikir kamu seharusnya diberi tahu bahwa kamu padti lebih dicintai ketika masih kecil."
Aku memikirkan Tinneke dan dunianya.