Malam itu, aku dikejutkan dengan kedatangan Dr. Nasir Didi ke apartemenku. Membuka pintu depan karena bunyi bel, dan dia berdiri di sana, memegang tas kerja besar.
"Saya ingat kamu memintaku untuk melihatmu kalau aku ke Jakarta," katanya dengan senyum ramah. "Saya harap Anda tidak keberatan saya mampir tanpa pemberitahuan seperti ini."
"Tidak sama sekali," jawabku. :Senang melihatmu, Dok."
"Saya sedang dalam perjalanan ke Rumah Sakit Universitas Indonesia," jelas Dr. Nasir. "Saya pikir kenapa tidak sekali mendayung dua pulau terlampaui?"
Dia mengeluarkan sebuah amplop dari saku dalam jasnya. "Saya mampir ke Hotel Marbella Anyer kemarin. Danar kebetulan menyebutkan bahwa ada surat untukmu dari Jakarta. Dia akan mengirimkannya, tetapi karena saya akan ke sini, saya pikir sekalian saja saya bawakan untuk kamu Anda secara langsung."
"Anda baik sekali, Dokter," kataku.
Dr. Nasir menyerahkan surat itu padaku. Aku mengenali tulisan di amplop itu sebagai tulisan David. Hanya catatan pendek langsung to the point:
Untuk terakhir kalinya, berhenti mengejarku. Kalau kamu tahu apa yang baik untukmu, kamu akan lupakan bahwa aku pernah ada.
Aku memasukkan kembali surat itu ke dalam amplop dan menatap Dr. Nasir.
"Ini dari temanku itu," kataku padanya. "David Raja Halomoan."