Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berpacu dalam Kabut

27 Oktober 2022   12:30 Diperbarui: 27 Oktober 2022   12:31 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat aku masih remaja, salah satu tempat paling berbahaya  adalah di dalam tempat yang disebut Imajinasi Ibu. Aku selalu menemukan masalah di sana, selalu pulang terlambat, tetapi butuh waktu lama untuk mengeluarkan motor dari parit, menambal ban bocor, atau berpacu lebih cepat mengalahkan patroli polantas.

Bukan hanya itu. Di setiap sudut remang-remang ada orang asing yang mencoba memberi obat-obatan gratis atau mengajakku ke dalam mobil mereka untuk melakukan hal-hal yang terlalu mengerikan untuk dikatakan dengan suara lantang di tempat itu.

Tidak perlu dijelaskan lagi, aku akan tetap menjadi 'anak laki-laki kesayangannya' selamanya.

Namun, semua tempat memiliki beberapa aturan dan dipaksa untuk menghadapi bahwa aku akan menjadi seorang pria dewasa. Dan sebagai pria dewasa, ada tempat-tempat yang akan kukunjungi!

Aku sering pergi ke tempat yang disebut Pendapat Ayah. Tampaknya jauh lebih aman di sana, meskipun terlalu sepi. Sebagian besar orang di sana menyukaiku. Mereka akan mengatakan hal-hal seperti aku tidak berasal dari lingkungan sekitar. Orang-orang di toko tukang cukur itu tidak begitu yakin. Aku mendengar mereka berdebat tentang dari mana aku berasal, tetapi setuju bahwa itu adalah tempat yang sangat jauh.

Tidak pernah ada yang mendapat masalah yang benar-benar penting di Keriting Asgar. Anak laki-laki akan tetap anak laki-laki, tidak ada ruginya bagi siapa pun membiarkanku bermalam.

Sesuatu selalu membuatku kembali ke Imajinasi Ibu. Mungkin kupikir jika aku membiarkan gelombangnya menarikku, aku bisa menghanyutkan masalahku sendiri ke laut. Jalan kembali dari Pendapat Ayah bergelombang dan berlubang. Sungguh tak dapat dipercaya, setelah bertahun-tahun, mereka tidak memperbaikinya agar terhubung satu sama lain.

Ah, peduli amat. Pada saat aku kembali, kecepatan motorku melebih 100 kilometer per jam. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Aku yakin saya tidak akan mati, yang tampaknya aneh mengingat berapa kali aku menggulingkan motorku, tersesat di sawah becek, atau diculik oleh orang asing.

Setidaknya terakhir kali ketika aku hilang hampir sepanjang malam dan mereka menemukanku dan motorku tersangkut di pohon mangga Katrin Digdayaputri. Terlalu panjang untuk diceritakan di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun