"Bagaimana pria ini... Steben Damanik, menurutmu?" tanya Joko.
"Agak kasar," kataku. 'Tipe makelar mobil kecil-kecilan yang biasa. Tetapi aku lebih terkejut dengan harga yang dia berikan kepadaku lebih dari apa pun. Dua ratus juta adalah angka yang menggelikan. Aku tidak tahu banyak tentang bisnis mobil bekas, tetapi bahkan aku tahu harganya tak mungkin segitu. Jelas Steben atau orang-orang yang dia wakili menginginkan mobil itu secepatnya."
"Bagaimana dengan showroomnya?"
"Terlihat asli. Ada pompa bensin, semacam kantor, dan beberapa mobil untuk dijual diparkir di depan. Biasa saja."
"Begitu." Joko sambil berpikir. "Nah, lanjutkan. Terus kamui menelepon Sambadi?"
"Aku meneleponnya segera setelah aku keluar dari showroom, memberi tahu dia secara singkat apa yang telah terjadi dan dia berkata dia akan menemuiku di sini segera setelah aku kembali."
"Berapa lama waktu yang kamu butuhkan?" tanya Na.
"Sejak aku menelepon Sambadi? Sekitar sembilan puluh menit, mungkin kurang."
Joko mengangguk.
"Ketika aku tiba, dia sedang berdiri di ujung selasar di sana,"' aku menunjuk melalui pintu yang terbuka. "Awalnya saya tidak menyadari ada yang salah. Aku mendekatinya dan dia mengatakan sesuatu, "Han ... Teminabuan...,"' lalu dia jatuh ke depan ke dalam pelukanku dan aku melihat pisau di punggungnya."
"Lalu?"