Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rusunawa (Bab 34)

6 Oktober 2022   10:30 Diperbarui: 6 Oktober 2022   10:32 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Hari Minggu siang dan mereka kembali ke rumah dari jalan-jalan ke taman tak jauh dari rusunawa.

Mama Rano menyajikan nasi putih dan sup ayam yang telah dipanaskan. Sup ayam dimasaknya Sabtu malam dan menanak nasi pada Minggu pagi. Itu selalu menjadi rutinitas hariannya.

Dia akan memasak nasi dan menghangatkannya di magicom agar tak menjadi dingin.

Setiap kali mereka kembali dari jalan-jalan sore, dia akan meletakkan panci sup di atas kompor dan menyalakannya api. Tak lama kemudia piring dan sendok beradu menimbulkan bunyi berdenting saat ketiganya makan bareng.

Suti menatap Mama dan tersenyum. "Pasti Mama membuat sup ayam karena Bang Rano," katanya dan menyuap potongan daging ayam dengan sendoknya.

"Ya, apakah kamu cemburu, Sayang?" tanya Mama sambil tersenyum. "Dia harus makan makanan enak selama masih di sini,  sebelum dia mulai menikmati kehidupan yang sibuk sebagai mahasiswa."

Suti tertawa dan menatap Rano.

"Ada apa?" tanya Rano.

"Aku yakin Abang akan terlihat seperti tengkorak kalau Abang pulang liburan semester," katanya.

Rano menggeleng. "Jangan harap. Depok ke sini tidak terlalu jauh dan aku bisa kembali kapan saja aku mau."

Mama mengangguk dan Suti tertawa.

***

Selesai mereka makan, terdengar suara klakson mobil tiga kali di luar kompleks. Rano berlari keluar dan berdiri di ambang pintu untuk melihat siapa yang datang. Seorang lelaki muda keluar dari mobil taksi gelap.

"Taksi sudah datang, Mama," katanya.

Mama keluar dan mengintip dari balik pintu. "Oh, itu dia. Keluarkan kopermu," katanya.

Mereka berdua lari ke kamar. "Tolong bawa ini, ini, dan ini," kata Rano. Suti membawa sebagian barang bawaan sebelum Mama masuk untuk membantu mereka. Mereka semua membawanya ke taksi.

"Jangan lupa sup ayam dalam tupperware," kata Mama.

Rano berdiri dengan tangan di pinggang. Dia menyipitkan matanya karena sinar matahari di langit cerah menyilaukan.

"Ya, Mama," jawabnya.

Rano membantu pengemudi meletakkan semua muatan di dalam bagasi mobil setelah dia membukanya. Setelah selesai, Mama memeluk Rano. Saat itulah Linda dan Bini keluar dari pintu.

"Hei, Rano, kamu sudah mau ke kampus?" Bini berteriak.

Linda menepuk pundak Bini. "Kampus? Emangnya dia kuliah. Lu bilang dia SMA aja enggak tamat. Jadi ngapain dia ke kampus?"

Bini mengabaikannya dan berjalan menuju ke Rano.

Mama Rano kaget. Bini jarang berbicara dengannya. Dai dan Bini hanya saling menyapanya sekadar basa-basi.

Mama mengedipkan sebelah mata ke Rano dan Rano balas berkedip sambil tersenyum.

Bini mencengkeramtangannya dan mengguncangnya perlahan. "Selamat. Baik-baik di sana, ya. Semoga sukses," katanya.

Rano mengangguk dan memasuki taksi. Dia menurunkan kaca jendela dan melambaikan tangan pada Mama dan Suti. Mereka tersenyum dan balas melambai padanya. Mama berbalik dan menatap Bini tapi Bini menoleh pura-pura tak tahu.

Linda mencolek lengan Bini dan memberi isyarat dengan sikap ingin tahu. Suti bisa menebak mereka sedang bergosip saat dia terus menatap mereka dan mereka berbicara berbisik dan mata mereka melihat ke arah Mama.

Sesampainya di gerbang asrama, seorang petugas keamanan memeriksa bagasi mobil dengan alat detektor, lalu meminta KTP si sopir yang ditukar dengan kartu.

"Apa itu?" tanya Rano.

Sopir menggelengkan kepala. "Tanda parkir untuk keluar. Alasan keamanan."

Rano mengangguk.

Tidak lama kemudian, taksi itu tiba di Asrama G, yang dialokasikan untuknya. Sopir taksi membantunya membawa barang-barangnya ke dalam. Mama sudah membayar supir taksi di rumah.

Rano mengucapkan terima kasih dan melambaikan tangan padanya saat dia memasuki taksi dan pergi. Rano mengeluarkan ponselnya dari sakunya. Hampir jam empat sore. Seorang petugas asrama membantu membawa barang-barangnya ke depan pintu kamar.

 "Lantai satu nomor tujuh, itu," petugas menunjuk.

Rano mengangguk dan memberikan tips alakadarnya.

BERSAMBUNG

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun