Sheira berbalik dan melihat seorang perempuan memakai kaos merah dengan tulisan 'Toko Serba Ada Nyi CItraloka' warna kuning neon di dadanya. Dia mengenakan celana pinsil jins hitam dan tanpa alas kaki. Tubuhnya tinggi langsing dengan mata yang tajam dan tangan yang kokoh.
Ibunya memiliki tangan seperti itu, bahkan dia merasa memang ibunyalah yang berdiri di depannya. Tangan kokoh yang disebabkan matangnya usia. Tapi dari wajahnya tampak usianya sekitar dua puluh tujuh tahun.
Dia membawa pepaya di tangan yang diikat dengan pita merah ke pinggangnya.
"Anda seharusnya tidak berada di sini," kata Sheira sambil mengerutkan kening.
"Oh, hai," kata perempuan itu seakan kehadirannya adalah hal paling normal di dunia.
Sheira memiringkan kepalanya dan melepaskan satu tangan dari pagar dan balas melambai. "Hai," katanya.
"Kamu bisa jatuh," kata wanita itu, melangkah lebih dekat.
Sheira melihat ke depan lagi dan kemudian ke tanah di bawahnya. Satu-satunya mobil di tempat parkir adalah Honda Jazz miliknya, kado ulang tahun dari Daniel sekaligus hadiah karena melahirkan Dixie. Ada sesuatu yang ganjil, tapi dia tak ingat apa yang aneh.
"Saya tahu," Sheira mendengus. air mata masih mengalir membasahi wajahnya.
Perempuan itu sekarang berada di samping Sheira. "Kamu boleh memanggilku Citraloka," katanya. "Aku baru pindah ke Bandung bersama keluarga." Dia mengucapkan kata keluarga dengan cara yang aneh, seperti mempunyai makna ganda.