Aku melaju masuk ke jalan tol dalam kota, masuk ke jalan tol Jagorawi menuju Bogor. Saya mulai menyadari bagaimana rasanya menjadi seorang mata-mata: pertanyaan rutin yang tak ada habisnya, penyamaran dan permainan asap dan cermin, menindaklanjuti setiap petunjuk kecil betapa pun samar tampaknya.
Sekitar satu jam kemudian aku sudah di Bogor Barat. Aku berhenti di sebuah warung kecil kecil dan menanyakan jalan ke Pondok Bunga Seruni.
"Gampang, kok," kata perempuan pemilik warung. "Ada pintu gerbang biru dan ada pohon tinggi di belakang garasi."
Ternyata memang cukup mudah untuk ditemukan.
Ada seorang gadis kecil sekitar sepuluh tahun sedang bermain dengan bola di pekarangan. Wajahnya serius dengan bola mata besar dan sayu. Dari bawah topi rajutannya muncul kuncir panjang yang diikat dengan pita merah.
Aku menyapanya. "Halo."
Gadis itu berhenti memantulkan bolanya dan melihat ke arahku. Wajahnya tiba-tiba berubah menjadi senyum yang aneh.
"Halo," katanya.
"Apakah Nyonya Ria tinggal di sini?" tanyaku. Dia mengangguk.
Kami berjalan ke pintu depan bersama-sama, dan ketika menekan bel, aku menoleh ke anak itu yang sedang mengamatiku. Matanya berwarna cokelat tua.
"Dan siapa namamu?" tanyaku padanya.