Rano menjatuhkan embernya setelah ember terakhir, berdiri dan melihat orang-orang berdiri bergerombol-gerombol. Beberapa anak bermain di sisi bak penampungan menunggu giliran. Beberapa anak laki-laki dan perempuan duduk di atas batang kayu yang tumbang.
Rano merasa sendirian tidak memiliki seseorang untuk diajak bicara. Dia berdiri diam dan matanya bergerak ke mana-mana.
Lola tiba dengan Febi tidak lama kemudian dan mereka meletakkan ember mereka di belakang ember milik Rano.
Ember-ember bergerak maju ke depan, terus-menerus dipindahkan mendekat keran. Rano berjalan menuju embernya dan memindahkannya seperti milik orang lain. Febi menggeser embernya sendiri dan ember Lola, lalu berjalan kembali ke samping gadis preman itu.
Lola duduk di atas tembok yang retak. Febi memberi isyarat agar dia bergeser sedikit. Lola beringsut sehingga Febi bisa duduk. Pandangan Lola tak lepas menatap Rano. Yang terakhir sama sekali tidak menyadari kalau sedang diawasi.
Lola menepuk pundak Febi, membuat temannya itu menoleh. "Lihat, itu Rano," katanya.
"Gue tahu. Embernya persis ada di muka punya kita."
Lola menyeringai nakal. "Bagus. Gue punya ide keren."
Febi menatap Lola dengan heran, mencoba memikirkan apa yang sedang direncanakan gadis kekar itu. Mata Lola tak berkedip memandang Rano dan lehernya dimiringkan perlahan, sementara Febi melakukan hal yang sama untuk muka Lola.
"Lu mau ngapain?" tanya Febi.
"Gue mau bikin masalah sama Rano. Kita bikin keramean hari ini. Gue mau ngasih pelajaran buat die."