Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Legenda Sang Perusak (Bab 18)

23 September 2022   11:00 Diperbarui: 23 September 2022   11:20 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

"Bagaimana kamu bisa bersikap baik pada anak kecil brengsek itu? Aku tidak melihat gunanya."

"Dia anak yang baik, Kuntum, dan jika kamu tidak menyukainya, itu masalahmu. Tapi seharusnya kamu memberikan anak itu kesempatan. Anak laki-laki yatim itu ingin menjadi dokter suatu hari nanti, dan dia meminta nasihatku sesekali."

Dari balik air matanya, Kuntum menatap pria pria yang berantakan dan acak-acakan di depannya. Nada suaranya dingin, tidak lagi bergaung sengau dengan tangisnya.

"Kamu menyukai anak itu karena dia membangun egomu, Awang, dan kamu tahu itu. Dia mungkin tidak ingin menjadi dokter ketika saatnya kelak tiba. Kenapa kamu tidak turun saja dari kudamu, dan gunakan semangatmu untuk hal yang berguna?"

Kata-kata Kuntum sudah terlalu berlebihan untuk Awang. Mereka sekarang bahkan bertengkar karena tukang koran. Apa guanya pernikahan mereka?

Mereka selalu berdebat tentang hal-hal bodoh, tapi tidak pernah sebodoh ini.

"Tak usah bawa-bawa anak itu, Sayang! Ini tentang kamu dan Gumarang. Jangan coba-coba melenceng dari topik!" pekik Awang dengan meluap-luap, lebih dari yang dia inginkan.

"Aku tidak mengubah topik pembicaraan karena tidak ada yang perlu diubah. Aku sudah memberitahumu ribuan kali bahwa tidak ada apa-apa antara Gumarang dan aku. Mengapa kamu tidak bisa melihat itu? Aku tidak pernah punya rasa apa pun untuk laki-laki itu, dan aku tidak melihat bahwa aku akan pernah punya rasa untuknya, kecuali kalau kamu terus mendorongku dengan fantasi paranoidmu ini."

Kata 'kecuali' membuat kesabaran Awang habis, dan tanpa berpikir dua kali, dia menyerbu keluar dari pintu belakang ke garasi. Semburan adrenalin yang meledak memenuhi emosinya, kelelahan setelah serangan epilepsi yang hampir tidak memungkinkannya untuk pulang beberapa saat yang lalu lenyap ditelan badai emosi.

Kerikil berhamburan saat Awang mundur di jalan keluar garasi, dan kemudian Mercedes Benz SLS-nya terbang ke jalan raya bahkan sebelum dia menyadari bahwa dia berada di dalam mobil. Dan begitu pikiran sehatnya kembali, meskipun ketegangan dan kemarahan masih menguasai benaknya, Awang memutar mobil dan kembali ke rumah.

Dia terlalu marah untuk berbicara dengan Kuntum, tapi mustahil dia berpacu di jalan kota seperti ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun