Rano tampak kaget, menatap mereka sekilas dengan kelopak mata terbuka.
Oh, rupanya Lola ingin memenuhi ancaman yang dia buat tempo hari, pikirnya.
Febi berdiri di agak jauh dan merasa ketakutan, tapi dia berusaha menyembunyikannya dan berdiri kaku seperti teman-temannya yang lain. Suti tahu apa yang mereka lakukan, dan menoleh untuk melihat Rano. Keduanya beradu pandang satu sama lain, dan kemudian kembali memandang para penghadang.
"Kenapa kalian menghalangi jalan kami?" Rano bertanya dengan nada acuh tak acuh.
"Tanyain adik lu," jawab Lola sambil berjinjit untuk menyamai tinggi Rano.
Rano sama sekali tak mempedulikan ocehan gadis preman itu yang masih bersambung saat dia terus mengoceh. Lola menggerutu marah dan akhirnya emosinya meledak.
"Hei, kalau gue lagi ngomong dengerin, nape? Lu kirain gue patung pancoran, ape?" bentaknya menyemburkan ludah yang membasahi baju seragam Rano. Suaranya kasar seperti kucing yang ekornya diinjak, mengandung ancaman kematian.
"Kalau lu emang jantan, lawan gue!" sambung Lola sambil menuding-nudingkan jari tekunjuknya ke hidung Rano.
Secepat kilat menyambar, Rano menangkap jari itu, memuntirnya dan melemparkannya ke sisi lain. Lola terhuyung-huyung mundur dan Febi lari mundur dari tempat kejadian perkelahian.
Ai menerjang ke arah Suti, tapi Rano menarik Suti kembali dengan cepat sambil mengayunkan pukulan swing yang mendarat mantap di rahang Ai. Satu gigi depannya copot membuat darah menetes dari sudut bibirnya. Suti mundur ketakutan, sementara Lola mencoba melayangkan pukulan ke Rano, tetapi seorang pria dewasa menangkap tangannya.