Dia meninggalkan sepatunya di pojok setiap kali mengajakku ke kamarnya.
Petugas resepsionis telah dibayar sehingga dia bisa berjalan tanpa alas kaki kapan pun dia mau. Dia memintaku untuk bertelanjang kaki, tetapi aku tetap memakai sepatu berujung runcing yang mengilap. Ketinggian tambahan yang berguna.
Aku bisa melihat kota dengan kakinya di tanganku, kukuku menembus telapak yang kapalan. Aku membingkai dunia di antara lututnya. Itu adalah transaksi sederhana dan jujur yang membuat kami berdua puas.
Tidak ada alasan untuk upacara atau ritual. Semuanya sangat sederhana.
Ketika aku menemukan sepatu-sepatu hak tingginya ditumpuk dengan sepatu kets usang di gang antara Jl. Mangga dan Jl. Tekukur, aku tahu aku tidak akan pernah bertemu dengannya lagi.
Bandung, 3 September 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H