Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cakar-Cakar Polip

24 Maret 2022   21:25 Diperbarui: 25 Maret 2022   01:09 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini bukan cerita tentang bagaimana dia membunuhku, sialan.

Kalian menginginkan omong kosong semacam itu. Kalian tidak perlu melihat jauh. Setengah dari media manusia modern berputar di sekitar itu, deskripsi terperinci yang penuh kasih tentang wanita yang menangis, menjadi korban, dibiarkan begitu saja. Penipu, pemerkosa, penguntit, pembunuh berantai. Nyata atau fiksi, nama mereka tercetak setinggi sepuluh tiga meter di baliho film dan iklan kereta komuter, anak tangga narasi yang nyaman untuk didaki oleh penjahat.

Pahlawan mendapatkan nama. Pembunuh mendapatkan nama. Korban mendapatkan close-up dari tulang rusuk mereka yang terbuka saat otopsi, punggung berlumuran darah di mana sayap pernah menempel. Petugas koroner yang bingung membuat telepon yang lebih membingungkan lagi ke kurator museum lokal yang juga bingung.

Mereka dibedah, didiskusikan, tetapi tidak mendapatkan nama atau cerita yang diingat penonton.

Jadi, tidak. Kalian tidak akan mendapatkan deskripsi tentang bagaimana dia menjebakku, di mana dia melakukannya, siapa yang mungkin telah merusak masa kecilnya untuk menyebabkan kengerian seperti itu (tidak ada seorang pun), atau perilaku yang semakin tidak terkendali yang diajukan polisi sebelumnya. Dari keeksentrikan yang tidak berbahaya dari seorang remaja yang baik, dari keluarga baik-baik. Tidak ada pergumulan di semak belukar. Tidak ada darah di bawah kuku. Tidak ada karung dicempungkan ke dasar sungai yang tercemar atau serangga di tenggorokan.

Saat itu gelap dan buruk dan aku memanggil kakakku dalam bahasa yang sudah hilang ketika pengantin Baal masih di arak di luar gerbang kota. Itu saja.

Hanya itu yang kalian dapatkan, dan itu aku sudah sangat bermurah hati. Selamat datang.

Namun, inilah yang akan kuceritakan kepada kalian. Singkat saja.

  • Dia tidak tahu apa aku sampai saat kejadian. Dia tidak merasa menyesal atau penasaran, karena dia seharusnya sudah tenggelam saat dilahirkan. Aku hanyalah semacam barang baginya sebelumnya, dan tidak lebih sebagai anomali setelahnya.
  • Bulu tembagaku melukai ujung jari dan telapak tangannya saat dia memotong sayap berwarna karat tembagaku.
  • Aku berpura-pura menjadi manusia di abad ini karena aku suka rokok menthol, shisha, dan shawarma, dan lebih mudah memesan shawarma jika suara melengkingmu tidak membuat pengantar makanan ketakutan.
  • Kematian itu menyenangkan jika dosisnya kecil. Ini sangat otentik, sangat sederhana. Ada lagu pengantar tidur dan bunga bakung dan badai hujan musim panas dan hampir tidak ada orang yang pernah mencoba memenggal kepalamu dari kewajiban tolol para dewa. Jika kalian hanya ingin duduk dan membaca buku, atau menikmati shawarma, tidak ada yang menyalahkanmu.
  • Jiwaku sudah hilang sebelum perbuatan itu dilakukan, kembali ke Sarang, kembali ke Telur. Kakak-kakakku berdecak kaget dan memohon dan dengan lembut memarahi. Mereka menginkubasiku dengan pantat besar berbulu mereka seperti yang mereka lakukan berkali-kali sebelumnya, seperti yang telah kulakukan berkali-kali sebelumnya untuk mereka. Saudari harus saling menjaga. Kita adalah apa yang kita miliki, dan selamanya adalah kerja keras yang panjang dan lambat tanpa cinta.
  • Aku menetas lagi, mengepakkan sayap dan angin badai yang meratakan kota-kota dalam enam semesta yang berbeda. Mungkin karena aku kesal
  • Aku mungkin menangis. Kalian juga tidak mungkin mengetahuinya.
  • Kami kembali ke dunia fana dengan Ford Mercury Cougar 1967, menderu di jalan pedesaan yang sepi. Salah satu kakakku di kursi depan, tiga di jok belakang dan aku di belakang kemudi dengan rokok terjepit di antara gigiku yang runcing. Sayap lebar tak menjadi masalah di mobil-mobil tua, asalkan tahu cara melipat realita dengan cara yang benar.
  • Di jalan pedesaan yang sepi mudah saja tersesat, tapi sayap lamaku memanggil kami dari gudangnya. Kami tak mungin salah alamat.
  • Dia sendirian saat kami berhenti di jalan masuk rumahnya. Kerikil berderak dilindas roda seperti tulang remuk dihantam tulang. Dia punya senapan. Dia mengunci pintunya. Gelas-gelas itu menghadap kami. Kmai mengambil senjatanya.
  • Apakah dia menangis? Oh ya. Seperti bayi sialan yang baru lahir.
  • "Aku tidak tahu siapa kamu," katanya. "Aku tidak tahu. Aku hanya ingin mendapatkan perhatianmu, dan kamu bahkan tidak mau melihatku. Aku mencoba segalanya."
  • "Nah, Nak," kataku, mencampakkan puntung rokokku di atas karpet motif bunga milik keluarganya, "kau pasti sudah mengerti sekarang."
  • "Cakar kami dapat menghancurkan galaksi. Lagu kami memberikan mimpi buruk melalui corong lubang hitam. Bulu kami memecah cahaya bulan menjadi sarang laba-laba dan memecah alam semesta menjadi bercabang-cabang. Ayo. Jangan mengajukan pertanyaan bodoh."
  • Apakah kami membunuhnya? Tergantung dari sudut pandang dan cara bicara. Sudut pandang manusia, ya. Namun dari sudut pandang yang berbeda, melintasi ruang dan waktu, hanyalah seekor serangga yang menabrak kaca jendela mobil yang melaju dengan kecepatan maksimum di jalan bebas hambatan. Semantik. Aku tidak perlu mencari alasan atau memikirkannya lebih dari yang seharusnya.

Bagaimanapun juga, seperti yang kukatakan di awal, ini bukan cerita tentang bagaimana dia membunuhku. Ini adalah kisah tentang bagaimana angin puting beliung aneh menghancurkan hanya satu rumah dan melenyapkan seorang remaja keluarga baik-baik, meninggalkan misteri bagi penduduk setempat untuk menggaruk kepala mereka yang tiak berketombe selama tiga puluh tahun ke depan. Ini adalah kisah tentang bagaimana sesosok jenazah wanita tak dikenal muncul di kamar mayat terdekat dengan apa yang tampak seperti potongan sayap mencuat dari punggungnya. Tidak pernah ada anggota keluarga yang mencarinya atau menyebutkan namanya. Ini adalah kisah tentang bagaimana kakak-kakakku dan aku memperoleh Ford Mercury Cougar 1967 yang masih kami tunggangi sesekali ketika kami berada di sisi dunia fana.

Kalian mungkin tidak ingat namaku, karena punyaku sulit untuk diucapkan atau dipahami. Sebuah cerita mungkin dibiaskan, mungkin yang dibiarkan begitu saja, terabaikan dan terlupakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun