Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Teruslah Bernyanyi, Ayu Tingting

23 Maret 2022   17:17 Diperbarui: 23 Maret 2022   17:20 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

lebih indah dari puing-puing
kamu akan jadi nyala api
yang akan dimasukkan ke surat kabar
di tandingan peluru kendali
ku akan menontonmu
bibirmu warna
pasir campur darah
jati ranggas yang terlupakan
akan pecah suara
jatuh dari gedung pencakar langit
dan ku akan raih tanganmu
seperti meraih bendera
tertiup angin

selimut terlipat kembali dengan sendirinya
muka lapangan yang debunya terangkat
dalam kebisingan
di kejauhan bayangan
mengapung di bawah bukit bunga
nyiur diputihkan oleh laut
gumam kiasan entang kematian
kita bayangkan kulit mengendur
jalinan kepang lepas
bau kartrid yang memabukkan
sosok yang jatuh
kita harus belajar mencari
di tempat persembunyian terdalam
kontur area musuh

kereta jatuh dari jembatan
seperti dalam puisi
dilupakan oleh semua
atau hampir semua
sudah terlambat untuk berbicara puisi
untuk waktu yang lama
jembatan layang berhenti
membawa orang mati

ada di suatu tempat
berjemur sebelum tayangan malam
jika beton retak
di bawah beban truk berpendingin
kita harus berpikir
menyangkut hal penting

di pinggiran kota tidur mantan diktator
di pagi hari mengenakan singlet tank top
minum kopi atau membaca koran
mereka tahu sejarah
takkan datang memburu mereka
deretan gang yang lurus dan teratur
seperti piano
jalan beraspal bagus
pohon selalu berbunga
anak-anak bermain tanpa bertambah tua

kematian kapan saja bisa datang
tidak ada lagi kotoran
tidak ada lagi peluru dan dinding
jarum jam jatuh tertiup angin
menyeberangi ruangan untuk sampai ke lemari es
dan temukan kembali cahaya pagi
aroma jam tangan yang jatuh
meresap ke karpet hijau
memiliki jari kelingking
waktu adalah bangkai
halamannya sangat indah

semua teluk telah tertelan
tidak akan ada yang tersisa
dari saat-saat terakhir ini
dari kamar rumah sakit
ke kamar rumah sakit
seperti biasa, semuanya baik-baik saja
mereka memublikasikan wajahmu
monumen peringatan
berada di tengah area parkir
tidak bertemu siapa pun kecuali orang tua
lebih banyak pria tua
siapa yang kemudian menanam
pohon kayu putih dipinggir jalan
nanti di jaga tentara tak dikenal
dia mengatakan pada dirinya sendiri
penggemar fanatik gila tak pernah tahu bagaimana rasanya kedamaian yang tiba-tiba dalam kesejukan yang tenang di bagian daging beku hipermarket

berjalan menyusuri selasar
diselimuti pencahayaan institusional
lingkaran hijau dari plafon gantung
di bawah langkahmu penambang sibuk

pergi sampai akhir jangan pernah merasa hampa
namun mereka menggali di bawah meja
mereka menggali di bawah lantai dansa
di bawah meja kopi
di bawah ranjang dan di bawah taman
di bawah televisi dan mangkuk kucing
di bawah kafetaria dan kantin
mereka menggali
di bawah setiap destinasi liburan
di bawah setiap waktu berkualitas
mereka menggali siang dan malam
sampai mereka lupa
mengatur ranjau halang rintang

seorang gadis memegang kawat gigi di tangannya
seperti mutiara dari kalung yang patah
bahkan tanpa gigi dia cantik
di udara yang tak bisa dihirup
nekropolitan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun